BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sebagai
umat manusia tentunya kita tidak selalu bisa dalam keadaan bersih dan suci,
namun ada saat – saat tertentu dimana kita dinyatakan dalam keadaan kotor. Hal
ini biasa dikenal dengan sebutan Cuntaka oleh umat Hindu. Apabila dalam keadaan
yang sedang kotor atau tidak suci maka kita tidak diperbolehkan untuk
bersembahyang di tempat suci (Pura). Sampai pada batas waktu yang sudah
ditentukan dan sudah mendapatkan Tirtha Pebersihan barulah kita diperbolehkan
untuk bersembahyang di Pura.
Namun,
di antara daerah satu dengan lainnya tentunnya memiliki perbedaan baik dari
segi budaya dan tradisi. Begitu pula dengan Cuntaka, pastinya antar daerah
memiliki perbedaan. Perbedaannya bisa berupa sebab – sebab terjadinya Cuntaka,
lama waktu orang yang mengalami Cuntaka tidak diperbolehkan ke Pura, maupun
cara pebersihan dan penyucian orang yang telah mengalami Cuntaka
Maka
dalam hal ini penulis akan membahas tentang Keadaan yang tidak suci (Cuntaka)
yang terjadi di daerah Kediri Jawa Timur.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Cuntaka?
2. Apa
saja penyebab terjadinya Cuntaka?
3. Bagaimana
cara untuk membersihkan dan menyucikan kembali orang yang telah mengalami
Cuntaka?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian Cuntaka.
2. Untuk
mengetahui sebab – sebab terjadinya Cuntaka.
3. Untuk
mengetahui cara untuk membersihkan dan menyucikan kembali orang yang telah
mengalami Cuntaka.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Cuntaka
Menurut
pengertian kamus Kawi-Indonesia istilah cuntaka berarti cemer (letuh).
Berdasarkan keputusan pesamuhan agung PHDP Nomor 015/Tap/PA.PHDP/1984
dipergunakan istilah cuntaka untuk menyatakan suatu keadaan kotor (tidak suci)
baik akibat dari kematian maupun hal – hal lain yang dipandang kotor. Dalam hal
ini istilah cuntaka dan sebel diartikan sama sebagai istilah untuk menyatakan
suatu keadaan yang kotor secara spiritual baik karena kematian maupun hal – hal
lain yang dipandang kotor oleh segi adat agama. Di kalangan umat Hindu istilah
cuntaka belum merata dikenal orang, yang populer dipakai/dikenal di masyarakat
adalah istilah sebel.
Dari pengertian tersebut maka cuntaka
dapat digolongkan menjadi 2 macam :
1. Cuntaka karena
diri sendiri adalah orang yang dalam keadaan kotor, sehingga tidak boleh
melakukan suatu upacara Agama dan memasuki tempat suci.
2. Cuntaka yang
disebabkan oleh orang lain adalah orang yang dalam hubungan duka karena
kematian, sehingga tidak boleh melakukan upacara keagamaan dan memasuki tempat
suci kecuali kegiatan yang ada hubungannya dengan upacara kematian tersebut.
Dengan demikian maka dapat disimpulkan
bahwa cuntaka hanya disebabkan oleh keadaan manusia sendiri dan menurut
pandangan manusia sehingga ia disebut mengalami suatu kecuntakaan.
2.2 Sebab – Sebab Cuntaka
Mengingat
apapun yang terjadi di dunia ini adalah karena hubungan sebab akibat. Hukum
sebab akibat inilah yang mempengaruhi kehidupan di alam ini. Atas kenyataan ini
cuntaka pasti ada penyebabnya. Secara keseluruhan penyebab cuntaka dalam
kehidupan spiritual masyarakat Hindu dapat dibedakan menjadi dua macam :
1. Cuntaka yang
disebabkan oleh orang lain yaitu karena akibat kematian. Batas waktunya yaitu disesuaikan
dengan loka dresta dan sastra dresta. Namun apabila di daerah saya yaitu sampai
40 hari.
2. Cuntaka yang
disebabkan oleh diri sendiri, antara lain sebagai berikut :
a) Akibat
keguguran kandungan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
Ø Keguguran
kandungan pada umur kandungan di bawah 6 bulan termasuk dalam cuntaka karena
haid.
Ø Keguguran
kandungan di atas umur enam bulan dianggap sudah berupa bayi, maka berlaku
cuntaka penuh yaitu kematian bayi sebelum kepus puser.
Batas waktunya sekurang- kurangnya
42 hari dan berakhir setelah mendapat tirtha pabersihan.
b) Akibat dari
menstruasi/datang bulan yang umum terjadi pada wanita normal. Saat – saat
keluarnya darah haid pada wanita dipandang kurang harmonis. Setiap wanita
mengalami cuntaka karena haid ± 1 bulan sekali, waktunya berbeda pada setiap
orang yang mengalaminya. Batas waktunya selama masih mengeluarkan darah sampai
membersihkan diri.
c) Cuntaka akibat
berlangsungnya upacara perkawinan/pernikahan yang dialami oleh kedua mempelai
sebelum dibersihkan dengan upacara penyucian. Batas waktunya sampai dengan
mendapat tirta pabeakaonan.
d) Akibat mitra
ngalang yaitu :
Ø Hubungan seks
di luar perkawinan/pernikahan. Batas waktunya sampai dengan upakara beakaon.
Ø Agamya gamana
adalah hubungan seks antara anak dengan orang tua, atau termasuk juga hubungan
seks antara saudara kandung. Batas waktunya sampai diceraikan, diadakan pembersihan baik
terhadap diri pribadi maupun desa adat/ kahyangan.
e) Akibat salah
timpal yaitu manusia melakukan hubungan seks dengan binatang. Batas waktunya diselesaikan
sebagaimana mestinya sesuai dengan adat dan agama Hindu. Sampai dengan upakara
beakaon.
f) Cuntaka akibat
melahirkan/bersalin yang dialami oleh ayah dan ibunya serta anak yang
dilahirkan.
Batas waktunya sekurang- kurangnya 42 hari dan berakhir setelah mendapat tirtha
pabersihan dan suaminya sekurang- kurangnya sampai lepas puser bayinya.
g) Terjadinya
kehamilan di luar perkawinan/pernikahan dan juga melahirkan tanpa didahului
dengan upacara perkawinan/pernikahan. Batas waktunya sampai dengan upakara beakaon.
h) Orang yang
pernah melakukan sad atetayi. Batas waktunya sampai diprayascita dan sama sekali tidak
boleh menjadi rohaniawan.
i)
Penderita sakit kelainan juga dapat menyebabkan
ketidakseimbangan kehidupan kemasyarakatan, karena khawatir akan akibat yang
ditimbulkan oleh sakit yang dideritanya.
Namun apabila di daerah saya,
cuntaka yang paling umum atau sering dialami oleh masyarakatnya yaitu :
1. Kematian,
dimana keluarga – keluarga dekat Keluarga terdekat sampai dengan mindon, serta orang-
orang yang ikut mengantar jenazah tidak diperkenankan untuk masuk Pura sampai
dengan 40 hari setelah keluarganya meninggal.
2. Apabila mengalami menstruasi. Hal
ini sama dengan penyebab cuntaka yang telah disebutkan di atas dan orang yang
mengalami menstruasi tidak diperkenankan untuk masuk Pura sampai dengan selesai
menstruasi, tentunya antar orang satu dengan lainnya waktunya tidak sama.
3. Melahirkan. Ibu yang telah mengalami
proses bersalin baru diperkenankan masuk ke Pura sampai dengan 42 hari.
2.3
Upacara dan
Upakara Penyucian Terhadap Cuntaka
Penyucian
terhadap cuntaka adalah usaha pengembalian keadaan yang dipandang tidak suci,
agar menjadi suci kembali, baik berupa benda-benda, bangunan, lingkungan maupun
keadaan manusia. Usaha penyucian tersebut diwujudkan dalam bentuk upacara.
Upacara adalah pelaksanaan dari usaha manusia dalam melaksanakan kegiatan
keagamaan. Selanjutnya didalam pelaksanaan upacara akan diperlukan
perlengkapan-perlengkapan yang disebut upakara. Upacara (pelaksanaan aktivitas
keagamaan ) adalah merupakan suatu kewajiban, sedangkan upakara adalah
merupakan sarana penunjang /pelengkap sehingga jumlahnya dan jenisnya dapat
disesuaikan dengan desa, kala dan patra. Bagi umat Hindu, penyelenggaraan
upacara keagamaan menggunakan sarana pelengkap (upakara) berupa banten yaitu
beberapa jenis bahan yang diatur sedemikian rupa sehingga indah dilihat dan
mempunyai arti simbolis religius keagamaan sesuai dengan fungsi dan pengaruhnya
terhadap keadaan tertentu.
Dengan demikian
proses penyucian terhadap cuntaka baik mempergunakan banten penyucian maupun
tanpa sarana banten dapat diperinci sebagai berikut :
a) Cuntaka akibat
kematian, penyuciannya mempergunakan banten beakala, pekalemijian dan
prayascita.
b) Cuntaka akibat
perkawinan mempergunakan banten beakala dan prayascita.
c) Cuntaka karena
melahirkan, penyucianya menggunakan banten beakala dan prayascita.
d) Cuntaka karena
mitra ngalang dan hamil di luar perkawinan penyuciannya mempergunakan banten
beakala dan prayascita atau kedua pelaku tersebut melangsungkan upacara perkawinan.
e) Cuntaka karena
melahirkan bayi di luar perkawinan pebersihannya menggunakan banten beakala dan
prayascita.
f) Cuntaka karena
agamya gamana dan salah timpal penyuciannya adalah meliputi desa adat.
Penyucian bhuwana alit (orang yang bersangkutan) adalah dengan melukat ke
segara setelah itu baru dibersihkan dengan banten durmanggala, beakala dan
prayascita. Penyucian bhuwana agung akan diuraikan berikutnya.
g) Cuntaka karena
sakit kelainan penyuciannya mempergunakan banten beakawon dan prasyascita
h) Cuntaka akibat
melakukan sad atetayi pembersihannya mempergunakan banten prayascita.
i)
Cuntaka akibat keguguran kandungan pembersihannya
menggunakan banten prayascita.
j)
Itulah semua penyucian terhadap cuntaka dengan
mempergunakan sarana banten.
Sedangkan
berikut ini penyucian terhadap cuntaka dengan tanpa menggunakan sarana banten.
1. Cuntaka karena
mejenukan (menengok kelurga yang tertimpa kematian). Keadaan demikian sama
dengan turut berduka cita penyuciannya dapat dilakukan dengan pribadi-pribadi
dengan tirtha pebersihan. Demikian pula di Bali umumnya cuntaka seperti
itu dilakukan dengan pengelukatan di dapur (dewa Brahma), melalui air
cucuran atap dapur (dewa Wisnu).
2. Cuntaka karena
menstruasi, penyuciannya dengan cara mandi, keramas dan metirtha pebersihan.
Apabila di daerah saya, menurut Pemangku Saudi baik Cuntaka
yang disebabkan oleh kematian, maupun melahirkan bisa dibersihkan atau
disucikan kembali dengan menggunakan Tirta Pelukatan yang langsung diketiskan
oleh Pemangku. Dan untuk Cuntaka yang disebabkan oleh menstruasi maka bisa
dibersihkan dengan cara mandi keramas dan metirtha pebersihan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat
penulis simpulkan bahwa :
1. Pengertian Cuntaka adalah suatu
keadaan kotor (tidak suci) baik akibat dari kematian maupun hal – hal lain yang
dipandang kotor.
2. Sebab
– sebab Cuntaka secara umum yaitu :
a) Cuntaka yang
disebabkan oleh orang lain yaitu karena akibat kematian.
b) Cuntaka yang
disebabkan oleh diri sendiri, antara lain sebagai berikut :
Ø Akibat
keguguran kandungan.
Ø Akibat dari
menstruasi/datang bulan.
Ø Cuntaka akibat
berlangsungnya upacara perkawinan/pernikahan.
Ø Akibat mitra
ngalang.
Ø Akibat salah
timpal.
Ø Cuntaka akibat
melahirkan/bersalin.
Ø Terjadinya
kehamilan di luar perkawinan/pernikahan.
Ø Orang yang
pernah melakukan sad atetayi.
Ø Penderita sakit
kelainan.
3. Sebab Cuntaka di Daerah saya :
·
Akibat kematian
·
Akibat menstruasi.
·
Akibat melahirkan.
DAFTAR PUSTAKA
http://sejarahharirayahindu.blogspot.com/2012/02/cuntaka.html
om swasty astu..
BalasHapussy mau brtnya.. jika ada rencana menikah dan bertepatan dengan datang bulan bgmn ya.. sdgkan harus mepamit ke sanggah dan melakukan upacara suci lainnya..
mohon tggapannya..
Kalau semua persiapan sudah ada, daripada tidak jadi upacara lebih baik dilanjutkan. dengan catatan. jangan kasi tau siapa2. dan upayakan pikiran tetap ning suci nirmala. ingat konsep sebel ada dalam pikiran.
BalasHapusKalo baru melahirkan, suami cuntaka sampai kapan, apakah sampe kepus pusar atau 42 hari...?
BalasHapus