MELAHIRKAN “GAJAH MADA” BARU

Berbicara tentang pemimpin tentunya sudah menjadi topik yang tidak asing lagi, di segala aktivitas kehidupan kita selalu menemukan pemimpin, baik pemimpin dalam ruang lingkup luas maupun sempit. Yang menjadi pertanyaan besar tentunya “apakah pemimpin itu bisa memimpin?” jawabannya pasti akan bervariasi, tergantung bagaimana kita memandang kepemimpinan dari pemimpin itu. Banyak pemimpin pintar, begitu pula dengan pemimpin hebat, tetapi kita harus sadar bahwa pintar dan hebat tidak cukup menjadi indikator keberhasilan seorang pemimpin. Pemimpin dambaan sesungguhnya adalah pemimpin yang baik, mungkin anda bertanya, "kenapa bisa seperti itu?”. Jawabannya sederhana, “seorang pemimpin hebat dan pintar adalah untuk dirinya sendiri, sedangkan pemimpin yang baik adalah untuk  orang lain”. Melihat perbedaan itu sekarang muncul pertanyaan, “siapa yang bisa menjadi pemimpin yang baik?” seorang ahli bernama Padma Bushan telah menuliskan, hanya seseorang yang pikiran, kata-kata dan perbuatan berada dalam keharmonisan bisa menjadi seorang pemimpin yang baik dan efektif.
Apabila menilik dari sejarah Hindu banyak contoh pemimpin yang perlu dijadikan suri teladan. Di setiap zaman dalam sejarah Hindu selalu muncul tokoh yang menjadi pemimpin. Sebut saja Erlangga, Sanjaya, Ratu Sima, Kertanegara, Hayam Wuruk, Gajah Mada, dan masih banyak lagi. Di era sekarangpun banyak tokoh Hindu yang dapat dijadikan sebagai panutan seperti: Mahatma Gandhi, Svami Vivekananda, Ramakrsna, Sri Satya Sai dan sebagainya. Dan dari semua tokoh yang telah disebutkan, satu nama yang kita bahas adalah Gajah Mada. Kenapa Gajah Mada? Alasannya adalah karena beliau mampu menyatukan Nusantara dalam segala keterbatasan transportasi maupun komunikasi di eranya. Satu hal lagi, Gajah Mada merupakan sosok yang setia pada sumpahnya yakni sumpah Palapa, yang tentunya akan sulit dijalankan tanpa kesadaran dan kesungguhan dari hati beliau.
Berkaca dari kejayaan masa lampau tersebut, maka berbicara kepemimpinan kita berkeinginan kembali untuk melihat Gajah Mada yang mampu membawa persatuan dan kesatuan bangsa, sehingga akan membawa kemajuan terhadap negeri ini. Dan apabila kita membandingkan secara sederhana antara kepemimpinan yang dilakukan oleh Gajah Mada dengan kepemimpinan oleh pemimpin-pemimpin sekarang ini tentunya sangat berbeda. Gajah Mada walaupun hanya merupakan sosok patih, tetapi beliau mampu memenuhi tujuan kerajaan yang dipercayakan padanya. Beliau juga merupakan sosok pemimpin yang mampu mengharmoniskan antara pikiran, kata-kata dan perbuatan, sehingga layak disebut sebagai pemimpin yang baik. Dan hal semacam itu sudah sangat jarang kita temukan dalam kehidupan sekarang ini, yang ada malah sebaliknya, kepercayaan sebagian masyarakat terhadap para pemimpin mulai memudar. Fenomena tersebut tidak terlepas dari faktor banyaknya figur yang menjadi pemimpin bukan karena memiliki kecakapan, tetapi karena medapat dukungan dari partai politik yang kemudian berdampak pada meningkatnya jumlah masa pendukung di masa kampanye. Akhirnya setelah terpilih baru kelihatan bagaimana karakter yang sesungguhnya, yaitu kepemimpinan yang dijalankan sarat dengan kepentingan politik atau kepentingan kelompok pendukungnya saja.
Untuk menghindari fenomena semacam ini, saya berpikir bahwa melahirkan Gajah Mada Baru menjadi salah satu solusi. Memang kalau membahas keagungan Maha Patih Gajah Mada, mengingatkan kita pada Lontar Negara Kertagama, Rakawi PrapaƱca yang menuliskan 15 keutamaan sifat-sifat Gajah Mada sebagai Maha Patih Kerajaan Majapahit, yang disebut dengan Panca Dasa Pramiteng Prabu. Namun penerapan ajaran Panca Dasa Pramiteng Prabu tentunya sangat sulit di era modern ini, yang menyebabkan pertanyaan baru akan muncul, “Bagaimana bisa kita melahirkan Gajah Mada Baru?”. Untuk menjawabnya kita jangan memandang dari satu sisi, Gajah Mada boleh sukses menyatukan Nusantara dengan 15 sifat utamanya, tetapi indikator untuk menentukan Gajah Mada Baru yang akan membawa persatuan dan kesatuan untuk bangsa ini, harus kita sesuaikan juga dengan perkembangan zaman. Olehnya, Gajah Mada baru tidak perlu menguasai ke-15 sifat utama Gajah Mada, tidak perlu ada sumpah palapa, tidak perlu kembali ke masa kerajaan, tetapi Gajah Mada Baru adalah pemimpin yang memimpin rakyatnya dari hati, pemimpin yang mengabdi untuk rakyat, pemimpin yang tidak gila harta, pemimpin yang berani berkorban demi negaranya, dan tentunya pemimpin yang bisa mengharmoniskan antara pikiran, kata-kata, dan perbuatannya. Intinya Gajah Mada Baru adalah pemimpin yang baik, bukan hanya pintar maupun hebat belaka.

Kita boleh berada di era Globalisasi, tetapi mari kita bangkitkan kembali kejayaan masa lampau. Kita lahirkan Gajah Mada Baru yang akan mampu memberi kesejahteraan dan kedamaian untuk bangsa, nusa, serta negara tercinta. Dengan pemimpin baik, keadaan rakyat akan membaik, dan negeri ini akan menjadi yang terbaik. Jayalah Indonesiaku.
Sumber: http://sosbud.kompasiana.com/2015/03/11/melahirkan-gajah-mada-baru-729156.html

MELUKAT DI SURANADI

            Bagi masyarakat yang ada di Lombok pastinya sudah tidak asing lagi dengan daerah
Suranadi. Suranadi adalah salah satu daerah sumber air yang ada di Lombok selain Lingsar dan Narmada. Daerah yang berada di kawasan Lombok Barat ini berjarak kurang lebih 20 KM dari kota Mataram, dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Suranadi masih kental dengan kehidupan agraris masyarakatnya yang mana sawah-sawah masih membentang membuat sejuk mata memandang di tengah suasana alam yang amat sejuk. Selain itu Suranadi dikenal dengan wisata kulinernya, yaitu pecel, plecing, dan juga dodol yang selalu menjadi idola.
            Akan tetapi yang akan saya ulas bukan makanan di Suranadi, melainkan tentang ritual penyucian yang sering dilakukan oleh umat Hindu yaitu “MELUKAT”. Melukat adalah salah satu ritual yang bertujuan untuk memproleh pembersihan secara batiniah, sehingga pikiran menjadi lebih jernih, tenang, dan damai. Melukat bisa dilakukan di sumber air, di pedanda, menggunakan klungah atau lainnya. Di Suranadi yang merupakan sumber mata air banyak ditemui sumber mata air suci yang disebut dengan “Tirta” dan jumlahnya ada 5 sehingga disebut “Panca Tirta”, yaitu Tirta Pebersihan, Tirta Pengentas, Toya Tabah, Tirta Petirtan, dan Tirta Pelukatan. Dari lima yang disebutkan dua diantaranya menjadi tempat umat Hindu melakukan penglukatan, yaitu tirta pebersihan dan tirta pengentas. Akan tetapi dari apa yang saya sering temui umat lebih cenderung untuk melakukan penglukatan di Pebersihan. Mengulas sedikit, bahwa diyakini Panca Tirta ini muncul dari tancapan tongkat Danghyang Dwijendra ketika berada di Suranadi (pelajari perjalanan Danghyang Dwijendra di Lombok).
            Setiap hari ada saja umat yang melakukan penglukatan di Pebersihan, baik itu warga Lombok atau umat Hindu yang bertirta yatra ke Lombok. Akan tetapi areal tempat melukat akan terasa semakin sesak ketika ada rerainan, seperti kliwon, Purnama, Tilem, atau lainnya. Mulai dari sinilah beberapa informasi mengenai melukat di Suranadi akan saya ulas lebih mendetail. Ketika anda tiba di areal pura anda akan menemui ada kolam dengan ukuran cukup besar yang selalu ramai perenang yang tidak hanya umat Hindu, tetapi banyak warga sasak disana. Mulai berjalan ke timur, anda akan menemui tempat pesandekan pemangku yang selalu stand by  di sana. Kemudian berjalan lebih lanjut akan masuk ke areal lalu lalangnya para pemedek yang mau melukat, disana terlihat banyak kain putih bergelantung dan bisa dipakai siapa saja (sebagai catatan bahwa melukat di suranadi tidak diperkenankan memakai kain selain kain putih).
          Untuk upakara dalam melukat, biasanya kalau saya yang cuma perantau dari Bali hanya menggunakan canang dan apabila ada kepeng lebih menggunakan daksina. Karena tidak ada standar upakaranya (heeee J). Apabila sudah siap mau melukat biasanya pemedek mengganti pakaiannya dan mengenakan kain putih yang sudah ada (apabila mau bawa sendiri juga boleh). Selesai itu, apabila sebelum ke tempat melukat belum sempat keramas ataupun mandi, di kawasan itu sudah ada tempat untuk mandi, tetapi harus memakai kain yang sudah  dikenakan tadi. Selesai mandi atau badan sudah bersih barulah ikuti langkah-langkah ini:

1.      Haturkan canang atau daksina (upakara lain) yang dibawa di pelinggih yang ada, dilanjutkan dengan matur piuning bahwa kita akan melaksanakan penglukatan serta lakukan persembahyangan (tri sandhya dan kramaning sembah).
2.      Selesai sembahyang, jangan nglungsur amerta dahulu, tetapi lanjutkan dengan acara penglukatan di sumber air utama, yaitu dilakukan dengan meleb ke dalam air sesuai kemampuan (karena airnya sangat dingin) bisa 1X, 3X. 5X, 7X, 9X, atau 11X (paling utama) dengan melantunkan mantram gayatri atau mrityunjaya setiap kali masuk air.
3.      Selesai melukat baru dilanjutkan dengan nglungsur wangsuh pada di pelinggih tempat sembahyang tadi, dan selesai sudah penglukatan.

Barangkali hanya demikian yang dapat saya bagikan terkait melukat di Suranadi, semoga tulisan ini bermanfaat bagi sahabat blogger. Salam.

YOGA BUKAN HANYA OLAH TUBUH, LALU?

Yoga merupakan sebuah istilah yang sudah tidak asing lagi bagi banyak kalangan, justru
Yoga di era modern ini sudah menjadi sebuah kebutuhan yang mampu memberikan serta menjaga kesehatan tubuh. Yoga yang sejatinya merupakan salah satu bagian dari enam filsafat India (yang disebut Sad Darsana) dalam filsafatnya mengajarkan tentang cara mencapai pelepasan melalui pengendalian diri. Maharsi Patanjali adalah sosok yang mendirikan Yoga dan mengajarkannya kepada umat manusia. Ajaran Yoga yang diajarkan oleh Maharsi Patanjali yang terkenal adalah ajaran Yoga Sutra Patanjali yang di dalamnya mencakup ajaran Astangga Yoga (delapan batang tubuh Yoga) yang terdiri dari Yama, Nyama, Asana, Pranayama, Pratyahara, Dharana, Dhyana, dan Semadhi. Namun pada kesempatan ini yang akan saya bahas bukan Astangga Yoga, melainkan tentang bagaimana kita memandang Yoga.
            Yoga menjadi solusi kesehatan bagi masyarakat modern, dan pemahaman tentang Yoga bukan lagi sebagai sebuah ajaran yang mengandung nilai filsafat melainkan mulai dikenal dengan istilah senam Yoga, olahraga Yoga, atau lainnya yang intinya lebih dikenal sebagai seni olah tubuh. Jenisnya juga mulai berkembang, ada yang namanya Hatha Yoga, Vinyasa Yoga, Iyengar Yoga, Bikram Yoga, Power Yoga, Acro Yoga dan jenis lainya yang lebih disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Dari semua itu sudah terlihat bahwa Yoga yang kita kenal di masyarakat hanya menekankan pada aspek Asana dan Pranayama saja, dengan tidak menonjolkan aspek yang lain. Manfaat dari Yoga juga lebih diketahui hanya pada aspek fisik, bukan ke arah spiritual atau yang berbau “mistik”, sehingga pernyataan yang sifatnya ortodok seperti “Belajar Yoga membuat anda gila” atau “belajar Yoga agar bisa terbang” tidak akan menjadi pertimbangan lagi untuk melakukan Yoga. Manfaat Yoga sekarang ini yang lebih dirasakan masyarakat adalah untuk menjaga dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menjaga dan meningkatkan stamina, memperbaiki dan meningkatkan sistem pencernaan, memperbaiki dan meningkatkan sistem pernafasan, memperbaiki dan memperlancar metabolisme, membersihkan dan memperlancar sirkulasi darah, menyegarkan otak, meningkatkan kelenturan tubuh, memperkuat persendian dan otot-otot tubuh, dan mengurangi lemak berlebihan.
            Apabila Yoga ditekuni, manfaatnya akan bisa dirasakan. Yoga modern tidak akan membuat anda gila secara mental, tetapi gila karena ingin terus melakukannya, terutama untuk latihan asana (olah tubuh). Sekali mencoba mengikuti praktek asana, praktisi akan selalu berkeinginan untuk berlatih, apalagi yang baru bisa melakukan gerakan yang berbau akrobatik. Lain sekarang lain dahulu, dahulu orang menyampaikan peryataan ortodok seperti di atas karena mereka memandang Yoga dari segi spiritual, yaitu pada tingkatan yang lebih tinggi seperti Prathyahara, Dharana, Dhyana bahkan Semadhi. Dan itulah sesungguhnya yang dipelajari oleh orang yang menamai dirinya sebagai Yogi atau Yogini. Tetapi jangan terlena, walaupun kini adalah era modern, Yoga juga harus dipandang dari segi pengendalian diri. Praktisi Yoga tidak cukup hanya sehat secara fisik, tetapi juga sangat perlu untuk sehat secara mental sehingga tujuan pengendalian diri dari Yoga juga dapat dicapai secara tidak langsung. Tujuan Yoga secara nyata yang perlu kita capai adalah untuk menyeimbangkan serta menyelaraskan pikiran, tubuh dan jiwa sehingga akan membawa kedamaian dalam hidup ini.

            Yoga modern memang tidak menonjolkan hal yang bersifat spiritual, tetapi sebagai umat manusia yang baik, kita perlu untuk mengetahui segala sesuatu dari hal yang terkecil, termasuk Yoga. Apabla kita mencintai asanas (olah tubuh dalam Yoga), cintai pula tahapan lainnya sehingga kita akan memproleh pemahaman yang utuh dan mampu memaknai aktivitas yang kita lakukan. Untuk pecinta Asanas, ada baiknya mulailah mengkaji Yoga secara lebih dalam dan menyeluruh, sehingga manfaat sesungguhnya dari Yoga akan dapat dirasakan. Olah Tubuh termasuk Yoga (asana) tetapi Yoga yang sesungguhnya mencakup olah tubuh, olah jiwa, dan olah rasa. Pahami Yoga, lakukan Yoga, dan rasakan manfaatnya. Balancing Mind, Body, and Soul with Yoga.