ATMAN SETELAH KEMATIAN

            Sebagaimana yang disebutkan dalam salah satu sifat Atman bahwa Atman adalah sumber kehidupan yang bersifat abadi dan tidak akan pernah mengalami fase kematian. Atman akan terus hidup baik itu di dalam maupun di luar makhluk hidup. Sebagaimana kalau berada di dalam tubu makhluk hidup atman disebut dengan istilah yang berbeda, sebutan untuk Jiwatman untuk yang bersemayam pada tubuh manusia, sebutan Janggama jika bersemayam pada binatang dan sebutan Stavara untuk yang bersemayam pada tumbuh-tumbuhan. Keabadian Atman memang tidak akan terlihat ketika Atman telah berada di dalam makhluk hidup karena dipengaruhi oleh unsur Panca Maha Butha sebagai penyusun tubuh yang akan memberikan sifat maya pada Atman itu sendiri. Begitupula ketika Atman yang semula bersemayam pada tubuh makhluk hidup kemudian pergi meninggalkan tubuh itu karena adanya fase kematian pada badan kasar tersebut maka Atman akan mengalami suatu keadaan setelah kematian itu yang tentunya tidak mampu diketahui oleh manusia normal tanpa memiliki kekuatan supra natural.
Penelitian spiritual telah menunjukkan bahwa manusia terdiri dari empat tubuh dasar sebagai berikut:
1.      Fisik, yaitu tubuh manusia yang kelihatan secara nyata, yang terlihat apakah itu hitam, putih, mulus, ganteng, cantik, atau laiinya.
2.      Mental, yaitu tubuh manusia yang lebih mengarah pada kejiwaan, yaitu untuk mengetahuinya tidak bisa dilihat dengan indera penglihatan (mata), tetapi dapat dirasakan melalui pola tingkah laku yang ditunjukkan oleh seorang individu.
3.      Kausal atau intelektual (kecerdasan), yaitu tubuh manusia yang tidak dapat dilihat pula, tetapi tubuh ini akan memberikan tingkat intelegensi (kecerdasan pada seorang individu).
4.      Suprakausal atau ego halus (tak kasat mata), yaitu tubuh manusia yang mnejadi penyebab dari kehidupan itu sendiri, inilah yang kemudian bisa dikatakan sebagai Atman.
Ketika seseorang meninggal, tubuh fisiknya berhenti untuk hidup. Namun, sisa eksistensi atau kesadarannya terus berlanjut. Eksistansi orang tersebut, minus tubuh fisiknya dikenal sebagai tubuh halus (lingga deha) dan terdiri dari tubuh-tubuh mental, kausal (intelek) dan supracausal (ego halus). Tubuh halus ini kemudian pergi ke salah satu dari 13 tempat (alam-alam) eksistensi halus selain alam Bumi. Maksudnya, bahwa ketika manusia mati, Atman (tubuh manusia yang lain) masih tetap hidup dan tetap memiliki kesadaran yang sama dengan keadaan ketika tubuh fisik masih hidup.
Ada 14 tempat utama di dalam alam semesta ini. Tujuh dari mereka adalah tempat positif dan tujuh lainnya adalah tempat negatif. Ketujuh tempat negatif biasanya dinamakan sebagai Neraka (Patala). Terdapat banyak divisi lainnya di setiap ke 14 tempat tersebut. Tujuh alam-alam eksistensi positif adalah tempat yang ditempati oleh tubuh rohani yang melakukan perbuatan baik dan melakukan praktik spiritual sesuai dengan jalan positif dari ajaran spiritualitas. Dengan jalan positif, kita artikan sebagai orientasi praktik spiritual menuju kesadaran Tuhan atau bersatu dengan Tuhan seutuhnya (mencapai Pencerahan). Bersatu dengan Tuhan seutuhnya, adalah tujuan paling utama dalam pertumbuhan spiritual. Adapun ketujuh alam itu adalah Satya loka, Tapa Loka, Jana Loka, Maha Loka, Surga, Wilayah Nether, dan Bumi (dari urutan teratas ke terbawah).
Alam Bumi adalah satu-satunya alam fisik eksistensi di alam semesta dan juga merupakan alam eksistensi pertama dalam hirarki alam-alam eksistensi positif di alam semesta. Sedangkan tujuh alam-alam eksistensi negatif merupakan tempat yang kebanyakan ditempati oleh tubuh rohani yang telah melakukan kejahatan serta  melakukan praktik spiritual sesuai dengan jalan yang negatif dari ajaran spiritualitas. Dengan jalan negatif, kita artikan  sebagai orientasi praktik spiritual dengan kekuatan-kekuatan spiritual, misalkan kekuatan supranatural atau ilmu kesaktian. Kekuatan spiritual ini digunakan untuk tujuan yang negatif. Dengan demikian semua tubuh rohani/ halus yang pergi ke salah satu alam-alam eksistensi neraka, menjadi hantu berdasarkan niat-niat jahat mereka.
Setelah kematian, orang-orang yang berada di alam-alam eksistensi di bawah Maha loka perlu bereinkarnasi di alam Bumi untuk melunasi takdir dan menyelesaikan akun-akun memberi-dan-mengambil (give-and-take account) yang mereka miliki. Atau bahasa agamany disebutkan dengan istilah membayar hutang yang telah dibuat pada kehidupan sebelumnya. Jika seseorang mencapai Maha loka dan Jana loka setelah kematian, itu berarti tingkat spiritual mereka di atas 80%. Jiwa-jiwa ini tidak perlu bereinkarnasi lagi karena semua takdir yang tersisa (akumulasi akun) dapat diselesaikan dari alam-alam eksistensi itu sendiri. Namun tubuh-tubuh halus yang telah berevolusi ini boleh memilih untuk dilahirkan atas kehendak mereka sendiri. Mereka melakukannya terutama untuk bertindak sebagai pemandu-pemandu spiritual bagi umat manusia.
Dalam beberapa kondisi tertentu, orang-orang yang meninggal di tingkat spiritual 60% dapat mencapai Maha loka. Di sini potensi seseorang untuk pertumbuhan spiritual lebih lanjut dapat dipertimbangkan. Melalui penelitian spiritual yang dilakukan oleh spiritual research foundation Indonesia, telah ditemukan adanya 5 faktor yang mempengaruhi potensi untuk pertumbuhan spiritual lebih lanjut dari orang tersebut.
1.      Memiliki jumlah emosi spiritual (bhāv) yang tinggi,
2.      Memiliki ego yang rendah,
3.      Memiliki keinginan yang kuat untuk pertumbuhan spiritual,
4.      Melakukan praktik spiritual teratur dengan tingkatan yang semakin tinggi,
5.      Terpengaruh atau tidak terpengaruh oleh energi-energi negatif.
Dipengaruhi oleh energi-energi negatif sangatlah menghambat kemampuan seseorang untuk dapat tumbuh secara spiritual. Maka, jika seseorang berada di tingkat spiritual 65% tetapi sangat terpengaruh oleh energi-energi negatif, kemampuannya untuk mencapai alam-alam spiritual yang lebih tinggi seperti Maha loka menjadi terbatas. Jika seseorang mencapai Tapa loka atau Satya loka setelah kematian, maka orang tersebut tidak mengambil kelahiran lagi di alam eksistensi Bumi tetapi terus melakukan praktik spiritual di alam eksistensi itu sampai ia bersatu sepenuhnya dengan Tuhan (Brahman Atman Aikyam)
Dalam   kepercayaan   Hindu,   yang   hidup   di   surga   maupun   neraka   hanya   jiwa. Tetapi tempat ini bukan tempat abadi. Sorga dan Neraka sekedar persinggahan sementara bagi Atman yang tidak murni karena pengaruh karma wasana. Sorga bersifat sementara. Kalau sorga bersifat sementara, lantas kapankah jiwa/roh/atman bereinkarnasi?. Bhagawad Gita IX. 21 menyatakan: mereka menikmati sorga yang luas, dan ketika buah dari karma baik mereka habis, mereka memasuki dunia yang tidak abadi ini; demikianlah mereka yang mengikuti aturan Weda, mendambakan hasil dari perbuatan mereka, memperoleh lingkaran hidup dan mati. Jadi setelah pahala atau dosa yang ia perbuat usai ditebus dalam sorga atau neraka pada saat itulah jiwa/roh/atman seorang manusia siap lahir ke dunia untuk memperbaiki setiap kesalahan yang dilakukannya dalam kehidupan terdahulu dan mengalami sebuah evolusi spritualitas dan mencapai Moksa.
Bagi atman yang ketika hidup di dunia banyak berbuat subha karma (berbuat baik) dari pada  asubha  karma  (berbuat  tidak  baik),  mereka  akan  singgah  sementara  di  sorga.  Dan sebaliknya, bagi atman yang ketika hidup banyak berbuat asubha karma (berbuat tidak baik) dari pada subha karmanya (berbuat baik), mereka akan singgah di neraka. Ini semua karena hasil karma mereka masing-masing. Akibat tidak mampu mempertahankan kesucian sang atman (jiwa/roh)   yang suci, bagian dari Brahman (Tuhan) yang Maha Suci. Jadi setelah menikmati sorga atau neraka, jiwa bisa kembali lahir ke dunia untuk melanjutkan evolusi spritualnya sampai akhirnya mencapai moksa. Dengan demikian dalam pandangan Hindu, seseorang mencapai sorga atau moksa karena “Hasil dari Perbuatannya”.
Tuhan/Sanghyang Widhi tidak pilih kasih, setiap orang membuat nasibnya sendiri, melalui karma yang mereka lakukan sebelumnya. Karma yang lampau-lah yang menentukan sebagai apa dan peranan apa yang dia terima dalam kelahirannya di dunia ini. Itulah sebabnya yang dilahirkan berbeda-beda.  Ada yang  jadi Pandita, Rohaniawan, Presiden, Pejabat  ABRI
maupun Sipil, Pengusaha Sukses/Ekonom, Konglomerat, Petani Sukses dan Kaya Raya, Peternak Sukses, Seniman, ada yang menjadi orang kaya, orang miskin, orang cacat, orang gelandangan dsb.  Bahkan  yang  lebih  jauh  merosot  adalah  sebagai binatang  dan tumbuhan.  Hal  ini  juga merupakan salah satu motivasi umat Hindu dalam berbuat baik, setidaknya bisa mencapai surga, sehingga reinkarnasinya nanti masih pada manusia yang sempurna dan bernasib baik, dan ada kesempatan mencapai moksa
Tetapi yang penting diingat Sorga Hindu bukanlah sorga dimana manusia memuaskan nafsu badaninya. Karena yang hidup di sorga Hindu hanya jiwa, tanpa badan kasar. Neraka Hindu juga bukan merupakan tempat penyiksaan yang kejam dan abadi karena tujuan hidup seorang  manusia  adalah  mencapai  moksa  dan  reinkarnasi  adalah  sebuah  jalan  yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang kepada setiap jiwa/roh/atman manusia untuk memperbaiki setiap kesalahan yang telah diperbuatnya dan mencapai kesempurnaan dan menyatu dengan Brahman/Tuhan Semesta Alam. Neraka dalam Weda hanya disebutkan dalam tiga mantra sebagai tempat kegelapan saja, lawan dari sorga yang artinya dunia yang selalu terang. Neraka hanya digambarkan sebagai wilayah  kegelapan  tanpa  dasar,  tempat  para  pendurhaka,  orang-orang  yang  tidak  bermoral, rumah kehancuran dan tukang sihir. Tidak ada penjelasan tentang api yang berkobar-kobar yang mengancam dengan ganas. Tidak ada alat-alat penyiksa yang akan merobek-robek atau menusuk, memotong jiwa manusia. Karena jiwa/atman/roh tidak bisa dirobek dan dipotong.
Karl Jasper, seorang filsuf Jerman mengatakan penderitaan membuat manusia melakukan refleksi, membuat hidup seseorang semakin dalam dan bermakna. Orang yang tidak pernah menderita hidupnya dangkal. Porselin  yang  indah dan mahal adalah tanah liat yang telah mengalami penderitaan; ditumbuk, dibentuk dan dibakar dalam api yang sangat panas. Hasilnya barang seni yang berguna, indah dan tinggi nilainya. Sepotong bambu setelah dilubangi tubuhnya dengan bor panas menjadi seruling yang menghasilkan suara merdu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar