PROBLEMA KUANTITAS PENDIDIKAN

A.      Pengertian
Indonesia dikenal sebagai negara berkembang yang besar jumlah penduduknya. Menurut sensus penduduk 1990 M, penduduk Indonesia berjumlah 179.321.641 jiwa. Komposisi penduduk Indonesia didominasi oleh penduduk usia muda yang dianggap sebagai usia produktif, jika dibandingkan dengan penduduk usia tua dan anak-anak termasuk bayi yang dianggap sebagai usia non-produktif. Jumlah penduduk sebesar itu bisa menjadi modal dasar bagi pembangunan nasional, manakala dapat diarahkan menjadi Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Dalam hal ini, pendidikan sebagai alat perekayasaan manusia dan masyarakat jelas memiliki peran yang penting dan menentukan.
Dan terkait problema kuantitas pendidikan dapat dimaknai sebagai ketidakmampuan lembaga-lembaga pendidikan formal menampung seluruh calon peserta didik.

B.       Daya Tampung Pendidikan Formal
Sejak kemerdekaann tahun 1945 M dari cengkeraman kekuasaan bangsa penjajah, sebenarnya daya tampung lembaga-lembaga formal di Indonesia telah mengalami peningkatan. Rasio antara jumlah murid usia 7-12 tahun dengan jumlah penduduk usia yang sama untuk sekolah dasar periode 1968-1991 M terus mengalami peningkatan. Hal ini berarti daya tampung sekolah dasar secara kuantitatif terus bertambah besar.
Sejak semula, tidak tertampungnya sebagian warga negara usia 7-12 tahun pada sekolah dasar di tanah air ini merupakan masalah yang harus ditangani secara serius dan berkesinambungan. Mengabaikan masalah ini akan menimbulkan masalah-masalah baru yang lebih sulit diatasi, suatu misal tidak tertampungnya anak-anak usia sekolah pada sekolah dasar akan mencetak manusia-manusia buta huruf yang tidak mungkin dapat berpartisipasi aktif dalam membangun diri dan bangsanya. Kemudian masalah lain adalah jenjang pendidikan menengah dan tinggi akan kehilangan/kekurangan basisnya yang baik sebagai calon peserta didik.
Sejak Pelita I sampai V, pemerintah secara terus-menerus berusaha mengatasi masalah kuantitas pendidikan pada sekolah dasar, diantaranya dengan jalan:
1.      Mendirikan sekolah dasar yang baru (SD Inpres sejak tahun 1973 M) untuk menambah gedung sekolah dasar yang telah ada.
2.      Merehab/memperbaiki gedung sekolah dasar.
3.      Menerapkan wajib belajar enam tahun terhadap anak usis sekolah 7-12 tahun tahun sejak 2 Mei 1984 M. Dan sekarang wajib belajar ini diperpanjang menjadi sembilan tahun sejak 2 Mei 1994, terhadap penduduk usia 7-15 tahun.
4.      Memberi kesempatan pada masyarakat untuk mendirikan sekolah-sekolah dasar swasta.
5.      Mendirikan SD kecil di daerah-daerah terpencil.
6.      Mendirikan SD pamong untuk menampung anak-anak yang droup-out belum tamat SD.
7.      Menggalakkan kelompok belajar (kejar) paket A dan B guna memberantas buta huruf yang meliputi tributa: buta aksara, buta angka, dan buta bahasa.
8.      Menggalakkan usaha pengendalian laju pertumbuhan penduduk melalui program KB (keluarga Berencana), penyebaran penduduk melalui program Transmigrasi.
Belum tertampungnya lulusan SD yang akan melanjutkan studi ke SLTP merupakan masalah kuantitas pendidikan yang berkelanjutan dan upaya mengatasinya juga belum final. Sejak Pelita I, pemerintah tidak pernah berhenti berusaha mengatasi masalah kuantitas pendidikan SLTP tersebut, misalnya:
1.      Membangun SLTP baru untuk menambah gedung yang telah ada, minimal dalam satu kecamatan ada satu SLTP negeri.
2.      Memperbaiki/merehab gedung SLTP yang dipandang perlu.
3.      Membangun ruang kelas baru.
4.      Membangun ruang laboratorium IPA.
5.      Membangun ruang ketrampilan.
6.      Membangun ruang perpustakaan.
7.      Memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mendirikan SLTP swasta.
Kalau dilihat juga, jumlah lulusan SLTP yang melanjutkan studi ke SLTA sejak periode 1968-1969 sampai dengan periode 1990-1991 mengalami peningkatan secara terus-menerus. Kalau diambil enam periode terakhir, maka dapat diketahui bahwa lulusan SLTP yang melanjutkan studi ke SLTA setiap tahun ajaran baru rata-rata mencapai 80%. Berarti, setiap tahun masih terdapat 20% lulusan SLTP yang tidak melanjutkan SLTA.
Untuk menambah daya tampung SLTA ini, sejak Pelita I pemerintah berusaha:
1.      Membangun SLTA yang baru untuk menambah yang telah ada.
2.      Merehab gedung SLTA yang dipandang perlu.
3.      Membangun ruang kelas baru.
4.      Membangun ruang laboratorium IPA.

5.      Membangun ruang ketrampilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar