Setiap
enam bulan sekali umat Hindu di Bali selalu merayakan hari kasih sayang kepada binatang yang jatuh pada Saniscara Kliwon Wuku Uye dan disebut sebagai Tumpek Uye atau Tumpek Kandang atau Tumpek
Wewalungan. Sebagaimana telah diketahui bahwa umat Hindu di Bali memang
sangat kaya akan adat-istiadat adiluhung yang menjadi satu kesatuan dengan
agama Hindu dan menjadi jati diri orang Bali. Tumpek Uye ini menjadi salah satu dari sekian banyak kearifan lokal
yang terus tumbuh di dalam masyarakat Hindu Bali. Kearifan lokalyang lain yang
bisa disebut dengan tumpek seperti Tumpek Landep (otonan Senjata), Tumpek
Wariga (otonan Tumbuh-tumbuhan), Tumpek Kuningan, Tumpek Krulut, dan Tumpek
Wayang.
Sebagaimana
namanya, ketika berbicara Tumpek Kandang maka secara tidak langsung mindset terarah pada binatang (karena
hanya binatang yang biasa dikandangkan). Dan hal ini sesuai dengan yang
tersurat dalam lontar Sundarigama "Kliwon
Uye pinaka prakertining sarwa sato", yang artinya, hari itu hendaknya
dijadikan tonggak untuk melestarikan semua jenis hewan. Sesuai pesan dalam
lontar, umat Hindu di Bali pada hari tersebut membuat sesajen (banten) yang khusus dibuat untuk
mendoakan para binatang. Yang mana pada hakekatnya yang dipuja pada saat Tumpek Uye ini bukanlah binatang, tetapi
dewanya Binatang yaitu "Bethara Rare
Angon" yang tidak lain adalah perwujudan dari Sanghyang Siva Pasupati.
Pelaksanaan
Tumpek Uye ini membuktikan bahwa umat
Hindu Bali sangat menghormati semua makhluk Ciptaan Tuhan. Tidak hanya manusia
yang sama-sama memiliki Tri Pramana tetapi terhadap makhluk lain yang hanya
memiliki Dwi Pramana juga dihormati. Memang kita mengenal binatang tidak
memiliki pikiran, tetapi banyak hal yang bisa dipelajari dari filosofi
binatang. Sebut saja angsa dan merak yang mempunyai begitu banyak nilai
filosofi (Atribut Saraswati). Kepedulian terhadap binatang juga menunjukkan
bagaimana umat Hindu telah mampu menerapkan konsep ajaran Tri Hita Karana dengan baik. Hubungan
harmonis tidak hanya dengan Tuhan (melalui pemujaan), atau juga tidak hanya
terhadap sesama manusia tetapi juga terhadap binatang yanga sangat berperan
dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Ada keseimbangan antara hubungan ke atas,
ke samping dan ke bawah dari pelaksanaan hal tersebut sehingga keseimbangan
alam semesta akan dapat diupayakan.
Setiap
kali kita melakukan Tri Sandhya, pada bait ke V kita selalu mengucapkan doa
"Sarva Prani Hitan Kara"
yang berarti mendoakan semua makhluk hidup sejahtera. Melalui pelaksanaan Tumpek Uye ini berarti tindakan nyata
telah dilakukan. Segala hal yang dikasihi akan memberikan cintanya yang lebih
besar kepada di pengasih. Begitu pula dengan binatang, dengan memberikan
sentuhan rohani dalam wujud banten maka binatang akan senantiasa memberikan
manfaat yang lebih besar bagi keberlangsungan hidup manusia.
Pelaksanaan
Upacara Tumpek Uye apabila dikaitkan
dengan kehidupan dalam berbangsa dan bernegara sesungguhnya menjadi salah satu
cara untuk merealisasikan (tidak melanggar) UU No. 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam Undang-undang tersebut
diamanatkan agar seluruh warga negara untuk turut serta menjaga kelestarian
lingkungan dengan mencintai tumbuh-tumbuhan dan juga satva yang ada.
Kembali
berbicara mengenai filosofi Tumpek Uye,
mengingatkan pada konsep Tri Guna (Tiga sifat yang mempengaruhi manusia) yang
terdiri dari satwam, Rajas, dan Tamas. Dari tiga bagian tersebut dua
diantaranya (Rajas dan Tamas) merupakan sifat binatang, jadi pada saat Tumpek Uye ini kita sebagai manusia juga
memohon agar sifat-sfat binatang yang ada pada diri kita bisa dikurangi
sehingga mampu menekan ego. Sifat binatang pada manusialah yang selalu
memunculkan berbagai polemik dalam setiap aspek kehidupan. Harapannya tentu
saja dengan melakukan upacara ini kita mampu "nyeliksik bulu" dan
bisa menjinakkan sifat kebinatangan yang ada dalam diri.
Demikianlah
pandangan saya terkait pelaksanaan Tumpek
Uye dengan mangacu pada beberapa sumber. Semoga dengan pelaksaan Tumpek Uye ini, kita umat manusia
menjadi tersadar bahwa sifat binatang pada diri harus dijinakkan. Dan sesudahnya
bisa menjadi manusia yang selayaknya manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar