PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN ANAK DAN REMAJA

Pada dasarnya manusia ingin mengabdikan dirinya pada Tuhan atau sesuatu yang dianggapnya sebagai zat yang mempunyai kekuasaan tertinggi. Keinginan itu terdapat pada setiap kelompok, golongan atau masyarakat manusia dari yang paling primitif hingga yang paling modern. Dari hal tersebut timbul pertanyaan, apakah yang menjadi sumber pokok yang mendasarkan timbulnya keinginan untuk mengabdikan diri pada Tuhan itu? Atau dengan kata lain, apakah yang menjadi sumber kejiwaan agama itu?
Untuk memberikan jawaban itu telah timbul beberapa teori antara lain:
1.        Teori Monostik: (Mono=Satu)
Teori ini berpendapat bahwa yang menjadi sumber kejiwaan itu adalah satu sumber kejiwaan. Selanjutnya sumber tunggal manakah yang paling dominan sebagai sumber kejiwaan itu timbul beberapa pendapat, yaitu yang dikemukakan oleh:
a.       Thomas Van Aquino
Thomas mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan itu ialah berpikir. Manusia bertuhan karena manusia menggunakan kemampuan berpikirnya.
b.      Fredrick Hegel
Filosof jerman ini berpendapat agama adalah sesuatu pengetahuan yang sungguh-sungguh benar dan tempat kebenaran abadi.
c.       Fredrick Schleimacher
Berlainan dengan pendapat kedua ahli di atas, maka Schleimacher berpendapat bahwa yang menjadi sumber keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak yang mana manusia selalu menggantungkan hidupnya dengan suatu kekuasaan yang berada diluar dirinya berdasarkan rasa ketergantungan itulah timbul konsep tentang Tuhan. Memang merasa tak berdaya menghadapi tantangan alam yang selalu dialaminya, makanya mereka menggantungkan harapannya pada suatu kekuasaan yang diyakini dapat melindungi mereka.
d.      Rudolf Otto
Menurut pendapat tokoh ini, sumber kejiwaan agama adalah rasa kagum yang berasal dari The Wholly Other (yang sama sekali lain). Jika seseorang dipengaruhi rasa kagum terhadap sesuatu yang dianggap lain, maka keadaan mental seperti itu yang dimaksudkan oleh Otto.
e.       Sigmund Freud
Pendapat S. Freud unsur kejiwaan yang menjadi sumber kejiwaan agama ialah Libido Sexuil (naluri seksual). Berdasarkan Libido ini timbul ide tentang ketuhanan dan upacara keagamaan setelah melalui proses:
1)      Oedipoes Complexi: Mitos Yunani Kuno yang menceritakan bahwa karena perasaan cinta kepada ibunya, maka Oedipoes membunuh ayahnya.
2)      Father Image (Citra Bapak): setelah mereka membunuh ayah mereka dan dihantui oleh rasa bersalah, timbullah rasa penyesalan. Perasaan itu menerbitkan ide untuk membuat suatu cara penebus kesalahan. Timbullah keinginan untuk memuja arwah ayah yang mereka bunuh itu, karena khawatir akan pembalasan arwah tersebut. Realisasi pemujaan itulah menurut Freud agama muncul dari ilusi (khayalan) manusia.
f.       William Mc Dougall
Ia berpendapat bahwa insting khusus sebagai sumber agama tidak ada, tetapi menurutnya sumber kejiwaan agama merupakan kumpulan dari beberapa insting.
2.        Teori Fakulti (Fakulty Theory)
Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu tidak bersumber pada suatu faktor yang tunggal tetapi terdiri atas beberapa unsur, antara lain yang dianggap memegang peranan penting adalah: fungsi cipta (reason), rasa (emotion), dan karsa (will). Demikian pula perbuatan manusia yang bersifat keagamaan dipengaruhi dan ditentukan oleh tiga fungsi tersebut.
a)        Cipta (reason)
Merupakan fungsi intelektual manusia.
b)        Rasa (emotion)
Suatu tenaga dalam jiwa manusia yang banyak berperan dalam membentuk motivasi dalam corak tingkah laku seseorang.
c)        Karsa (will)
Merupakan fungsi eksekutif dalam jiwa manusia. Will berfungsi mendorong timbulnya pelaksaan doktrin serta ajaran agama berdasarkan fungsi keagamaan.
3.        Beberapa Pemuka Teori Fakulti
a.       G.M Straton
Straton mengemukakan teori “konflik”, ia mengatakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah adanya konflik dalam kejiwaan manusia. Keadaan berlawanan, seperti: baik-buruk, moral-imoral, kepasifan-keaktifan, rasa rendah diri-rasa harga diri menimbulkan pertentangan dalam diri manusia. Jika konflik itu sudah demikian mencekam manusia dan mempengaruhi kejiwaannya, maka manusia itu mencari pertolongan kepada suatu kekuasaan tertnggi (Tuhan) seperti Sigmund Freud berpendapat bahwa dalam setiap organisasi terdapat dua konflik kejiwaan yang mendasar, yaitu:
1)      Life – urge : keinginan mempertahankan kelangsungan hidup
2)      Death – urge : keinginan untuk kembali ke keadaan semula seperti benda mati.
b.      Zakiah Darajat
Dr. Zakiah Darajat berpendapat bahwa pada diri manusia itu terdapat kebutuhan pokok. Beliau mengemukakan bahwa selain kebutuhan jasmani dan rohani manusiapun mempunyai suatu kebutuhan akan keseimbangan dalam kehidupan jiwanya agar tidak mengalamni tekanan. Unsur-unsur kebutuhan yang dikemukakan itu yaitu:
1)      Kebutuhan akan kasih sayang
2)      Kebutuhan akan rasa aman
3)      Kebutuhan akan rasa harga diri
4)      Kebutuhan akan rasa bebas
5)      Kebutuhan akan rasa sukses
6)      Kebutuhan akan rasa ingin tahu (mengenal)
Menurut Dr. Zakiah Darajat (1970), gabungan keenam macam kebutuhan tersebut menyebabkan orang memeluk agama.
c.       W.H. Thomas
Melalui teori The four Wishes-nya ia mengemukakan bahwa yang menjadi sumber-sumber kejiwaan agama adalah empat macam keinginan dasar yang ada dalam jiwa manusia, yaitu:
1)      Keinginan untuk keselamatan
2)      Keinginan untuk mendapatkan penghargaan (recognation)
3)      Keinginan untuk ditanggapi
4)      Keinginan akan pengetahuan atau pengalaman baru.
Didasarkan pada keempat keinginan dasar itulah pada umumnya manusia itu menganut agama menurut W.H. Thomas. Melalui ajaran agama yang teratur, maka keempat keinginan dasar itu akan tersalurkan. Dengan menyembah dan mengabdikan diri kepada Tuhan keinginan untuk keselamatan akan terpenuhi.

B.       TIMBULNYA JIWA KEAGAMAAN PADA ANAK
Sesuai dengan prinsip pertumbuhan maka anak menjadi dewasa memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yangng dimilikinya, yaitu:
1.      Prinsip Biologis
Secara fisik anak yang baru dilahirkan dalam keadaan lemah. Dalam segala gerak dan tindak tanduknya ia selalu memerlukan bantuan dari orang-orang dewasa di sekelilingnya. Dengan kata lain, ia belum dapat berdiri sendiri karena manusia bukanlah merupakan makhluk instinkif. Keadaan tubuhnya belum tumbuh secara sempurna untuk difungsikan secara maksimal.
2.      Prinsip Tanpa Daya
Sejalan dengan belum sempurnanya pertumbuhan fisik dan psikisnya maka anak yang baru dilahirkan hingga menginjak usia dewasa selalu mengharapkan bantuan dari orang tuanya. Ia sama sekali tidak berdaya untuk mengurusi dirinya sendiri.
3.      Prinsip Eksplorasi
Kemantapan dan kesempurnaan perkembangan melalui pemeliharaan dan latihan. Jasmanisnya baru akan berfungsi secara sempurna jika dipelihara dan dilatih. Akal dan fungsi lainnya pun baru akan menjadi baik dan berfungsi jika kematangan dan pemeliharaan serta bimbingan dapat diarahkan kepada pengeksplorasian perkembangannya.
Adapun beberapa teori mengenai pertumbuhan agama pada anak itu antara lain:
1.      Rasa ketergantungan (Sense of Depende)
Teori ini dikemukakan oleh Thomas melalui teori Four Wishes. Menurutnya manusia dilahirkan ke dunia ini memiliki empat keinginan, yaitu: keinginan untuk perlindungan (security), keinginan untuk mendapatkan tanggapan (response) dan keinginan akan pengalaman baru (new experience) dan keinginan untuk dikenal (recognation). Berdasarkan kenyataan dan kerja sama dari keempat keinginan itu, maka bayi sejak dilahirkan hidup dalam ketergantungan.
2.      Instink Keagamaan
Menurut Woodworth, bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa instink diantaranya: instink keagamaan. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya instink itu belum sempurna.

C.       PERKEMBANGAN KEAGAMAAN PADA ANAK
Menurut peneitian Ernest Harms perkembangan agama pada anak-anak itu melalui beberapa fase (tingkatan). Dalam bukunta The Development of Religious on Children ia mengatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak itu melalui tiga tingkatan, yaitu:
1.      The Fairy tale stage (Tingkatan Dongeng)
Tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3-6 tahun. Pada anak tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi.
2.      The Realitic Stage (Tingkatan Kenyataan)
Tingkatan ini dimulai sejak anak masuk Sekolah Dasar hingga ke usia (masa muda) adolesense. Pada masa ini ide ketuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan (realis). Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Pada masa ini ide keagamaan anak didasarkan atas dorongan emosional, hingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis.
3.      The Individual Stage (Tingkatan Individu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualistis ini terbagi atas tiga golongan, yaitu:
a.       Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi.
b.      Konsep ketuhanan yang lebih murn yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal (perorangan)
c.       Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama.

D.      SIFAT-SIFAT AGAMA PADA ANAK-ANAK
Ide keagamaan pada anak hampir sepenuhnya antoritarius, maksudnya konsep keagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh faktor dari luar diri mereka. Orang tua mempunyai pengaruh terhadap anak sesuai dengan prinsip eksplorasi yang mereka miliki. Dengan demikian, ketaatan kepada ajaran agama merupakan kebiasaan yang menjadi milik mereka yang dipelajari dari orang tua maupun guru mereka. Berdasarkan hal itu, maka bentuk dan sifat agama pada diri anak dapat dibagi atas:
1.      Unreflective (Tidak Mendalam)
Dalam penelitian Machion tentang sejumlah konsep ketuhanan pada diri anak, 73% dari mereka menganggap tuhan itu bersifat seperti manusia. Kebenaran yang diterima tidak begitu mendalam sehingga cukup puas dengan keterangan-keterangan yang terkadang kurang masuk akal.
2.      Tingkat Perkembangan
Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama usia perkembangannya dan akan berkembang sejalan pertambahan pengalamannya. Apabila kesadaran akan diri itu mulai subur pada diri anak, maka akan tumbuh keraguan pada egonya. Semakin bertumbuh semakin meningkat pula egoisnya. Sehubungan dengan hal itu maka dalam masalah keagamaan anak telah menuntut konsep keagamaan yang mereka pandang dari kesenangan pribadinya.
3.      Anthromorphis
Pada umumnya konsep ketuhanan pada anak berasal dari hasil pengalamanya dimala ia berhubungan dengan orang lain. Tapi suatu kenyataan bahwa konsep ketuhanan mereka tampak jelas menggambarkan aspek-aspek kemanusiaan. Anak menganggap bahwa tuhan dapat melihat segala perbuatannya langsung ke rumah-rumah mereka.
4.      Verbalis dan Ritualis
Dari kenyataan yang kita alami ternyata kehidupan agama pada anak-anak sebagian besar mula-mula tumbuh secara verbal (ucapana). Mereka menghafal secara verbal kalimat-kalimat keagamaan. Bukti menunjukkan bahwa banyak orang dewasa yang taat karena pengaruh ajaran dan praktek keagamaan yang dilaksanakan pada anak-anak mereka. Sebaliknya belajar agama di usia dewasa banyak mengalami kesukaran. Latihan bersifat verbalis dan upacara keagamaan yang bersifat ritual (praktek) merupakan hal yang berarti dan merupakan salah satu ciri dari tingkat agama pada anak-anak.
5.      Imtatif
Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan bahwa tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak-anak pada dasarnya diproleh dari meniru. Berdoa dan sembahyang misalnya mereka laksanakan karena hasil melihat perbuatan di lingkungan, baik berupa pembiasan ataupun pengajaran yang intensif.
6.      Rasa Heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang terakhir pada anak. Berbeda dengan rasa kagum yang ada pada orang dewasa, maka rasa kagum pada anak ini belum bersifat kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum terhadap keindahan lahiriah saja. Hal ini merupakan langkah pertama dari pernyataan kebutuhan anak akan dorongan untuk mengenal sesuatu yang baru.

E.       PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN PADA REMAJA
Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka mas remaja menduduki tahap progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa: Juvenilitas (adolescantium), pubertas dan nubilitas. Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada remaja turut mempengaruhi perkembangan itu. Maksudnya penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak para remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.
Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W. Starbuck adalah:
a.       Pertumbuhan pikiran dan mental
Ide dna dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama merekapun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.
b.      Perkembangan perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada usia remaja. Perasaan sosial, etis dan estetis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat kearah hidup yang religius pula. Sebaliknya bagi remaja yang kurang mendapatkan pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. Didorong oleh perasaan super, remaja lebih mudah terperosok kearah tindakan seksual yang negatif.
c.       Pertimbangan sosial
Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan marak timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi, maka jiwa remaja lebih cenderung untuk bersikap materialis. Hasil penyelidikan Ernest Harm terhadap 1789 remaja Amerika antara usia 18-29 tahun menunjukkan bahwa 70% pemikiran remaja ditujukan bagi kepentingan keuangan, kesejahteraan, kebahagiaan, kehormatan diri, dan masalah kesenangan pribadi lainnya. Sedang masalah akhirat dan keagamaan hanya sekitar 3,5%, masalah sosial hanya 5,8%.
d.      Perkembangan Moral
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi.  Tipe moral yang terlihat pada remaja juga mencakup.
1)      Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi.
2)      Adapuve, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
3)      Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran agama dan moral.
4)      Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.
5)      Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral dan masyarakat.
e.       Sikap dan Minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masalah kecil serta lingkungan agam yang mempengaruhi mereka (besar kecil minatnya). Howard Bell dan Ross berdasarkan penelitiannya terhadap 13.000 remaja di Maryland terungkap hasil sebagai berikut:
1)      Remaja yang taat (ke gereja secara teratur) ...... 45%
2)      Remaja yang tidak sama sekali ...... 35%
3)      Minat terhadap ekonomi, keuangan, materiil dan sukses pribadi ...... 73%
4)      Minat terhadap masalah ideal, keagamaan dan sosial ........ 12%
f.       Ibadah
1)      Pandangan para remaja terhadap ajaran agama: ibadah dan masalah doa sebagai mana yang dikumpulkan oleh Ross dan Oskar Kupky menunjukkan:
a)      148 siswa dinyatakan bahwa 20 orang diantara mereka tidak pernah memiliki pengalaman keagamaan yang 68 diantaranya secara alami (tidak mengalami pengajaran secara resmi).
b)      81 orang diantara yang mendapat pengalaman keagamaan melalui proses alam itu mengungkapkan adanya perhatian mereka terhadap kewajiban yang menakjubkan dibalik keindahan alam yang mereka nikmati.
2)      Selanjutnya mengenai pandangan mereka tentang ibadah diungkapkan sebagai berikut:
a)      42% tak pernah mengerjakan ibadah sama sekali.
b)      33% mengatakan mereka sembahyang karena mereka yakin Tuhan mendengarkan dan akan mengabulkan doa mereka.
c)      27% beranggapan bahwa sembahyang dapat menolong mereka meredakan kesusahan yang mereka derita.
d)     18% mengatakan sembahyang sebagai penyebab  mereka menjadi senang sesudah menunaikannya.
e)      11% mengatakan bahwa sembahyang mengingatkan tanggung jawab dan tuntutan sebagai anggota masyarakat.
f)       4% mengatakan bahwa sembahyang merupakan kebiasaan yang mengandung arti penting.
Jadi, hanya 17% yang mengatakan bahwa sembahyang bermanfaat untuk berkomunikasi dengan Tuhan, sedangkan 26% diantaranya menganggap bahwa sembahyang hanyalah merupakan media untuk meditasi.

F.        KONFLIK DAN KERAGUAN
Dari Sample yang diambil W. Starbuck terhadap mahasiswa Middleburg College, tersimpul bahwa: dari remaja usia 11-26 tahun terdapat 53% dari 142 mahasiswa yang mengalami konflik dan keraguan tentang ajaran agama yang  mereka terima cara penerapannya, keadaan lembaga keagamaan dan para pemuka agama. Hal yang serupa ketika diteliti terhadap 95% mahasiswa, maka 73% diantaranya mengalami krisis yang sama.
Dari analisis penelitiannya Starbuck menemukan penyebab timbulnya keraguan, diantaranya adalah faktor:
1.      Kepribadian, yang menyangkut salah tafsir dan jenis kelamin.
a.       Bagi seseorang yang memiliki kepribadian introvert, maka kegagalan dalam mendapatkan pertolongan Tuhan akan menyebabkan salah tafsir akan sifat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
b.      Perbedaan jenis kelamin dan kematangan merupakan pula faktor yang menentukan dalam keraguan agama. Wanita yang lebih cepat matang dalam perkembangannya lebih cepat menunjukkan keraguan pada remaja pria. Tetapi sebaliknya dalam kualitas dan kuantitas keraguan remaja putri lebih kecil jumlahnya. Disamping itu keraguan wanita lebih bersifat alami sedangkan pria bersifat intelek.
2.      Kesalahan Organisasi Keagamaan dan Pemuka Agama
Ada berbagai lembaga keagamaan, organisasi dan aliran keagamaan  yang kadang-kadang menimbulkan kesan adanya pertentangan  dalam ajarannnya. Pengaruh ini dapat menjadi penyebab timbulnya keraguan para remaja. Demikian pula tindak tanduk para pemuka agama yang tidak sepenuhnya menuruti tuntutan agama.
3.      Pernyataan Kebutuhan Manusia
Manusia memiliki sifat konservatif (senang dengan yang sudah ada) dan dorongan curiosity (dorongan ingin tahu). Berdasarkan faktor bawaan ini maka keraguan memang harus ada pada diri manusia. Karena hal itu merupakan pernyataan dari kebutuhan manusia normal. Ia terdorong untuk memperlajari ajaran agama dan kalau ada perbedaan-perbedaan yang kurang sejalan dengan apa yang telah dimilikinya akan timbul keraguan.
4.      Kebiasaan
Seseorang yang terbiasa akan suatu tradisi keagamaan yang dianut akan ragu menerima kebenaran ajaran yang baru diterimanya atau dilihatnya.
5.      Pendidikan
Dasar pengetahuan yang dimiliki seseorang serta tingkat pendidikan yang dimilikinya akan membawa pengaruh sikapnya terhadap ajaran agama. Remaja terpelajar akan menjadi lebih kritis terhadap ajaran agamanya, terutama yang banyak mengandung ajaran bersifat dogmatis. Apalagi jika mereka memiliki kemampuan untuk menafsirkan ajaran agamanya secara rasional.
6.      Percampuran antara Agama dan Mistik
Para remaja merasa ragu untuk menentukan antara unsur agama dengan mistik. Sejalan dengan perkembangan masyarakat kadang-kadang secara tak disadari tindak keagamaan yang mereka lakukan ditumpangi oleh praktek kebatinan dan mistik. Penyatuan unsur ini merupakan sesuatu dilema yang kabur bagi para remaja. Selanjutnya secara individual sering pula terjadi keraguan yang disebabkan beberapa hal mengenai:
1.      Kepercayaan
2.      Tempat Suci
3.      Alat perlengkapan keagamaan
4.      Fungsi dan tugas staff dalam lembaga keagamaan
5.      Pemuka agama
6.      Perbedaan aliran dalam keagamaan
Keragu-raguan yang demikian akan menjurus kearah munculnya konflik dalam diri para remaja sehingga mereka dihadapkan pemilihan antara mana yang baik dan yang buruk serta antara yang benar dan salah. Konflik ada beberapa macam, diantaranya:
1.      Konflik yang terjadi antara percaya dan ragu
2.      Konflik yang terjadi antara pemilihan satu diantara dua macam agama atau ide keagamaan serta lembaga keagamaan
3.      Konflik yang terjadi oleh pemilihan antara ketaatan beragama atau sekularisme

4.      Konflik yang terjadi antara melepaskan kebiasaan masa lalu dengan kehidupan keagamaan yang didasarkan atas petunjuk Ilahi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar