TUMPEK LANDEP: BENARKAH MERUPAKAN OTONAN MOTOR?

            Agama dan Budaya seakan menjadi dualitas yang tidak dapat dipisahkan dalam realitaskehidupan masyarakat Hindu Indonesia pada umumnya dan Hindu Bali pada khususnya. Ajaran agama Hindu yang mengacu pada ajaran Weda lebih banyak terealisasi dalam wujud upacara yang sudah berlangsung secara turun-tumurun. Berbagai upacara terus mewarnai kehidupan masyarakat Hindu Bali sebagai ucapan syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Salah satu upacara yang dilaksanakan setiap enam bulan sekali atas dasar perhitungan Wewaran dan Pawukon adalah Tumpek Landep, yaitu jatuh pada Saniscara Kliwon wuku Landep.

Apakah makna Tumpek Landep?
Kata Tumpek sendiri berasal dari kata “Metu” yang artinya bertemu, dan “Mpek” yang artinya akhir, jadi Tumpek merupakan hari pertemuan wewaran Panca Wara dan Sapta Wara yang terakhir, dimana Panca Wara diakhiri oleh Kliwon dan Sapta Wara diakhiri oleh Saniscara (hari Sabtu). Sedangkan Landep sendiri berarti tajam atau runcing, maka dari ini diupacarai juga beberapa pusaka yang memiliki sifat tajam seperti keris.
Dalam Tumpek Landep, Landep yang diartikan tajam mempunyai filosofi yang berarti bahwa Tumpek Landep merupakan tonggak penajaman citta, budhi dan manah (pikiran). Dengan demikian umat selalu berperilaku berdasarkan kejernihan pikiran dengan landasan nilai-nilai agama. Dengan pikiran yang suci, umat mampu memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Disamping pula mengingat datangnya perayaan Tumpek Landep yang berdekatan dengan Saraswati dapat dimaknai, bahwa pada hari Tumpek Landep inilah ilmu pengetahuan yang dianugrahkan oleh Sang Hyang Aji Saraswati lebih dipertajam sehigga akan lebih berguna untuk kehidupan masyarakat, nusa dan bangsa.
Tumpek Landep merupakan tonggak untuk mulat sarira/introspeksi diri dalm usaha memperbaiki karakter agar sesuai dengan ajaran-ajaran agama. Pada rerainan Tumpek Landep hendaknya umat melakukan persembahyangan di sanggah/merajan serta di pura, memohon wara nugraha kepada Ida Bhatara Sang Hyang Siwa Pasupati agar diberi ketajaman pikiran sehingga dapat menjadi orang yang berguna bagi masyarakat. Bagi umat hindu di Bali, senjata yang paling utama dalam kehidupan ini adalah pikiran, karena pikiranlah yang mengendalikan semuanya yang ada. Semua yang baik dan yang buruk dimulai dari pikiran, maka dari itu dalam perayaan hari Tumpek Landep ini kita diharapkan agar senantiasa menajamkan pikiran lewat kecerdasan dan mengendalikan pikiran lewat norma-norma agama dan budaya.
Apa saja yang diupacarai pada Tumpek Landep?
            Secara filosofi, pikiranlah yang perlu dipertajam dengan adanya peringatan Tumpek Landep, tetapi apabila berbicara dalam dunia sekala pelaksanan Tumpek Landep sangat identik dengan mengupacarai peralatan yang tajam yang pada jaman dahulu merujuk pada keris. Namun seiring dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, pemahaman tentang pusaka tajam kini tidak hanya mengarah pada keris belaka, melainkan sudah meluas pada semua alat-alat yang dapat mempermudah kehidupan manusia terutama peralatan yang berbahan dasar logam, seperti pisau, gergaji, kapak, komputer, laptop, sepeda, motor, mobil, dan lainnya.
Apakah Tumpek Landep bisa diartikan sebagai Otonan Motor?
            Dewasa ini kebanyakan masyarakat merayakan suatu upacara tanpa dilandasi oleh pemahaman filosofis dari pelaksanaan upacara tersebut, tidak terkecuali dalam pelaksanaan Tumpek Landep. Di Masyarakat (saya orang Gianyar), seperti yang saya lihat sendiri banyak pihak yang menyebutkan Tumpek Landep sebagai otonan motor/mobil. Terbukti kebiasaan masyarakat yang selalu mengusahakan mencuci motor/mobilnya pada hari tersebut, lalu bagaimana dengan benda yang lain? Fenomena lain lagi, pada hari Tumpek Landep akan dilihat mobil maupun motor berjejer di jalan dan Pemangku akan melakukan puja stawa di depan kendaraan tersebut, lalu benarkah ini? Ini sesungguhnya paradigma yang tidak salah tetapi agak keliru dan perlu diluruskan.
            Seperti sudah dijelaskan di atas, seharusnya umat Hindu mampu melaksanakan Tumpek ini dengan lebih memahami filosofinya bukan lebih ke materinya. Kalau menurut saya pribadi, pada Tumpek Landep ini yang utama harus dilakukan adalah melakukan persembahyangan ke sanggah/pura memuja kebesaran Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Siwa Pasupati memohon diberikan ketajaman pikiran, sedangkan untuk semua peralatan yang tajam dan terbuat dari besi tersebut sebenarnya cukup disucikan dengan amertha/tirta yang sudah dimohonkan ketika melakukan persembahyangan. Dan kalau sudah ada sesajennya silahkan juga dihaturkan, tidak usah sembahyang di depan motor, kalau sembahyang di depan motor/mobil memuja siapa? Dewa motor? (AMPURA).
            Jadi sesungguhnya Tumpek Landep bukanlah otonan motor, dan persepsi (yang entah siapa memulainya) ini perlahan perlu kita luruskan bersama untuk memaknai pelaksanaan Tumpek Landep yang lebih sesuai dengan filosofinya dan esensi dasarnya.
Kesimpulan
            Pada pelaksanaan Tumpek Landep ini, hal yang paling utama yang tidak boleh dilupakan ialah hendaknya kita selalu ingat untuk mengasah pikiran (manah), budhi dan citta. Dengan manah, budhi dan citta yang tajam diharapkan kita dapat memerangi kebodohan, kegelapan dan kesengsaraan serta mampu menekan perilaku buthakala yang ada di dalam diri. Yang perlu ditekankan adalah manusianya yang melakukan pemujaan kepada Sanghyang Siwa Pasupati bukan peralatannya yang diutamakan. Persepsi yang menyamakan Tumpek Landep dengan Otonan Motor/Mobil juga perlu diluruskan, karena secara sekalapun yang diupacarai bukan hanya motor, tetapi segala peralatan yang tajam dan terbuat dari besi salah satunya mungkin motor/mobil itu sendiri.
Referensi:a

2 komentar:

  1. postingan yang bagus dan bermamfaat, lanjutkan pak rudiarta, hahahay

    BalasHapus
  2. Hai Para Pecinta Judi BOLA SBOBET, LIVE CASINO, POKER, DOMINOQQ, BANDARQ, BANDAR POKER ONLINE INDONESIA TERPERCAYA, Jangan Sampai Lupa Singgah Di web kami di sarang188. Pin BBM : 2 B E 3 2 1 5 C

    BalasHapus