BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemimpin
merupakan sosok yang sudah dikenal di berbagai aspek kehidupan, baik di
masyarakat, sekolah, maupun dalam sebuah negara. Tanpa sosok pemimpin kehidupan
akan tidak terarah bagaikan ayam kehilangan induknya. Pemimpinlah yang akan
menjadi otak sehingga segala aktivitas kehidupan akan lebih teratur, terkontrol
dan terkendali. Pemimpin sudah dikenal bahkan sebelum zaman weda hanya
generasinya yang berbeda. Pemimpin tidak harus orang yang secara fisik besar,
ataupun secara umur paling tua, tetapi pemimpin adalah sosok yang bisa memimpin
dan memiliki kelebihan yang bisa diayomi oleh para bawahan.
Generasi
ke generasi terus berjalan hingga sampailah sekarang ini pada era globalisasi.
Namun pada prinsipnya di generasi manapun sosok pemimpin akan selalu
mengarahkan hal yang terbaik untuk bawahannya sehingga tujuan dari perkumpulan
yang dipimpin bisa tercapai. Untuk menjadi seorang pemimpin yang disegani ada
pedoman-pedoman yang sama di setiap zaman, yang mana dalam agama Hindu pedoman
ini disebut Niti Sastra, Niti berarti kemudi, pemimpin, politik dan sosial
etik, pertimbangan, dan kebijakan. Sedangkan Sastra berarti perintah, ajaran,
nasehat, aturan, teori, dan tulisan ilmiah. sehingga Nitisastra berarti ajaran
mengenai kepemimpinan menurut Hindu.
Terkait
dengan kepemimpinan pula, sekarang sudah berkembang adanya sistem demokrasi,
yang mana dalam sistem ini pemimpin tidak lagi diangkat berdasarkan garis
keturunan, atau berdasarkan varna tetapi melalui pemilihan langsung oleh para
bawahan. Para bawahan bebas memilih siapa yang dianggap mampu, dan bahkan
diantaranya boleh mencalonkan diri kalau merasa diri mampu mangemban tanggung
jawab sebagai seorang pemimpin. Hal ini sudah dirasakan sendiri oleh seluruh
lapisan masyarakat Indonesia yang hidup di sebuah negara yang menganut asas
demokrasi.
Ada
banyak kelebihan dan kekurangan dari asas demokrasi ini. Salah satu
kelebihannya adalah rakyat dapat memilih pemimpin sesuai dengan keinginannya
sehingga orang yang akan menjadi pemimpin adalah orang yang mendapat suara
terbanyak, dan akhirnya pemimpin akan lebih mudah medapat tempat di hati
bawahan. Akan tetapi, salah satu kekurangan yang juga bisa dirasakan adalah
rakyat terkadang salah pilih, pemimpin yang terpilih terkadang tidak melakukan
hal-hal yang telah dijanjikan, sehingga akhirnya akan timbul penyesalan di
kalangan bawahan.
Mencari
pemimpin yang baik memang merupakan sesuatu yang sangat sulit di era
globalisasi ini, banyak para pemimpin yang hanya ingin mencari keuntungan pribadi
dari jabatan yang dipangku, sehingga tujuan utama pemimpin dalah tugas
kepemimpinannya akan sangat sulit dipenuhi. Hal ini tentunya akan mengakibatnya
ketidakseimbangan antara unsur pemimpin dengan yang dipimpin dan akhirnya akan
timbul krisis kepercayaan. Berkaca dari hal ini penulis ingin mencoba mencari
solusi agar bisa mendapat sosok pemimpin yang bisa dijadikan suri tauladan di
era globalisasi ini dengan kembali membangkitkan ajaran niti sastra yang sarat
dengan ajaran-ajaran kepemimpinan dalam agama hindu. Akan tetapi, walaupun niti
sastra milik agama Hindu dalam praktiknya bisa diterapkan oleh semua kalangan,
karena niti sastra ini universal hukumnya. Dan dari semua itu, dalam makalah
ini penulis akan menguraikan lebih terperinci mengenai “Ajaran Niti Sastra di
Era Globalisasi”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari
latar belakang yang sudah diuraikan di atas penulis dapat merumuskan masalah
sebagai berikut, yaitu:
a. Apakah
pengertian pemimpin dan kepemimpinan?
b. Bagaimanakah
kepemimpinan yang baik?
c. Bagaimanakah
kepemimpinan di era globalisasi menurut Niti Sastra?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pemimpin dan Kepemimpinan
Masalah
kepemimpinan adalah masalah yang utama dalam hidup dan kehidupan umat manusia,
oleh karena itulah maka umat manusia selalu membutuhkan kepemimpinan, sebab
untuk mencapai suksesnya sebuah tujuan dan terjadinya efisiensi kerja harus ada
pemimpin. Oleh karena itulah maka para ilmuan banyak melakukan study dan
penelitian masalah pemimpin dan kepemimpinan. Dan para sarjana telah memberikan
berbagai definisi mengenai pemimpin dan kepemimpinan, dengan menonjolkan satu
atau beberapa aspek tertentu sesuai dengan ide pencetus definisi tersebut
beserta interpretasinya.
Kepemimpinan
adalah merupakan cabang dari kelompok ilmu administrasi, khususnya ilmu
adminisaatrasi Negara. Sedangkan ilmu administrasi adalah salah satu cabang
dari ilmu-ilmu sosial, dan merupakan salah satu perkembangan dari filsafat.
Dalam kepemimpinan terdapat hubungan antar manusia; yaitu hubungan mempengaruhi
(dari pemimpin), dan hubungan kepatuhan-kepatuhan para pengikut/bawahan karena
dipengaruhi oleh kewajiban pemimpin. Para pengikut terkena pengaruh kekuatan
dari pemimpinya, dan bangkitlah secara spontan rasa ketaatan kepada pemimpin.
Munculnya
seorang pemimpin ditimbulkan oleh bermacam-macamam hal, secara garis besar
dapat disebutkan dalam tiga teori, yaitu :
Pertama,
Teori Genetis. Teori ini menyatakan sebagai berikut :
a)
Pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi lahir
jadi pemimpin oleh bakat-bakat alami yang luar biasa sejak lahirnya.
b)
Dia ditakdirkan lahir menjadi pemimpin dalam
situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga.
Kedua,
Teori Sosial (Lawan teori genetic), yang menyatakan sebagai bertikut :
a)
Pemimpin itu harus disiapkan, dididik, dan
dibentuk, tidak terlahirkan begitu saja.
b)
Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui
usaha penyiapan dan pendidikan, serta didorong oleh kemauan sendiri.
Ketiga,
Teori Ekologis atau Sintesis (muncul sebagai reaksi dari kedua teori tersebut
lebih dahulu). Teori ini menyatakan bahwa Seseorang akan sukses menjadi seorang
pemimpin, bila sejak lahirnya telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan, dan
bakat-bakat ini sempat dikembangkan melalui pengalaman dan usaha pendidikan;
juga sesuai dengan tuntutan lingkungan/ekologisnya. (http://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=339,
15 Juni 2014)
Dalam Hindu seorang pemimpin harus bisa
mengamalkan Dharma Agama dan Dharma Negara dengan baik, dengan meniru sifat
kepemimpinan sperti Rama Dewa, Dharma Wangsa/Yudhistira, Bhisma, Raja
Haricandra dan di zaman sekarang seperti tokoh Mahatma Gandhi. Pemimpin yang
baik dan bijaksana yang patut ditiru dan menjadi tauladan adalah pemimpin yang
mampu menerapkan ajaran kepemimpinan dalam Asta Bratha. (http://pandejuliana.wordpress.com/2012/05/23/pemimpin-dan-kepemimpinan-ajaran-kepemimpinan-menurut-hindu/,
15 Mei 2014)
2.2 Kepemimpinan yang Baik
Tolok ukur kepemimpinan yang baik
adalah kebudayaan yang masih tetap baik yang diwariskan oleh seorang pemimpin
setelah lama ia turun dari tampuk pimpinan. Kebenaran ini bisa kita catat bila
memperhatikan budaya yang baik yang terdapat pada keluarga-keluarga,
lembaga-lembaga, badan usaha, angkatan bersenjata, masyarakat dan bahkan
negara. Pada suatu masa di atas garis seorang buyut (leluhur) atau satu atau
dua orang pimpinan eksekutif, berkat kepemimpinannya, tercipta suatu budaya
yang tetap abadi. Tipe pemimpin seperti inilah yang dibutuhkan dunia kalau
harus memulai suatu zaman damai dan sejahtera berdasarkan pada persaudaraan.
(Padma, 1993: 7)
Merasakan
adanya kebimbangan yang muncul dalam diskusi tentang pencapaian beberapa
pemimpin terkenal dalam sejarah, Rektor
Universitas Sai suatu hari bertanya pada mahasiswa/murid-murid dan guru,
Apa perbedaan antara PEMIMPIN YANG BAIK DAN PEMIMPIN YANG HEBAT? Banyak jawaban
yang muncul namun tak satupun yang memuaskan Beliau. Akhirnya, beliau
mengungkap perbedaan kedua istilah tersebut: “seorang pemimpin hebat adalah
untuk dirinya sendiri, sedangkan pemimpin yang baik adalah untuk orang lain”. Pemimpin-pemimpin seperti Hitler
menjadi orang-orang yang mengkhayalkan dirinya seperti seorang yang agung dan
mulia dan menjadi orang yang dipenjara oleh egonya sendiri. Mereka ini tidak
peduli terhadap rakyatnya. Perhatian utamanya adalah dirinya sendiri. Mereka
menimbulkan banyak penderitaan rakyatnya. (Padma, 1993: 8)
Mengingat
dari apa yang diwejangkan Bhagawan Sai mengenai kepemimpinan maka akan muncul
pemikiran dalam benak, “siapa yang bisa menjadi pemimpin yang baik?” dan
ternyata Padma Bushan telah menuliskan (1993: 20), hanya seseorang yang
pikiran, kata-kata dan perbuatan berada dalam keharmonisan bisa menjadi seorang
pemimpin yang baik dan efektif.
Pikiran-pikirannya murni
sumber-sumber pikirannya tidak berhubungan dengan nafsu, amarah, keterikatan,
keserakahan, egoisme (kesombongan), atau iri hatoi. Ia mengatakan apa yang ia
pikirkan tidak ada sifat bermuka dua di dalamnya dan ia melakukan apa yang dikatakannya
tidak ada kebohongan atau kemunafikan dalam perilakunya. Ringkasnya, ia itu
seorang yang transaparan dan berterus terang baik dalam kata-kata maupun
perbuatan. Secara diagram, ada dua orang yang dilukiskan seperti gambar di
atas. Tipe yang pertama adalah orang yang pandai dan bersifat duniawi.
Pikirannya berkaitan/berhubungan dengan kepentingan pribadinya. Ia memikirkan
satu hal, tetapi mengatakan sesuatu yang lain. Dan bila tiba pada pelaksanaanya
ia jarang sekali melakukan apa yang dikatakanya. Sedangkan tipe kedua mempunyai
keharmonisan pikiran, kata-kata, dan perbuatan.
Kita mempercayai orang yang pikiran,
kata-kata, dan perbuatan harmonis. Inilah tipe orang yang memiliki potendi
menjadi seorang pemimpin yang baik. Pada bab selanjutnya kita bahas karakter
tipe orang ini secara lebih mendetail. (Padma, 1993: 21)
2.3 Pemimpin di Era Globalisasi
Era globalisasi yang ditandai dengan
peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di
seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan
bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi
semakin sempit. Dalam kondisi seperti ini, kepemimpinan menjadi hal yang sangat
penting bahkan menentukan dalam pencapaian suatu tujuan kelompok atau
organisasi, untuk mengarahkan dan mengatur orang-orang untuk mencapai tujuan.
Orang
yang mau menjadi pemimpinpun semakin banyak bermunculan, tanpa memandang kasta,
asal, maupun umur. Ketika seseorang merasa mampu maka dia akan mencoba menjadi
seorang pemimpin. Proses pemilihan pemimpin yang sarat dengan permainan politik
sudah tidak asing bagi semua kalangan di era globalisasi ini. Akan tetapi, dari
banyaknya orang yang mencalonkan diri menjadi pemimpin sangat sulit ditemukan
pemimpin yang baik, tetapi kalau pemimpin yang pintar dan hebat banyak.
Mencari
pemimpin yang baik inilah menjadi kendala bagi seluruh lapisan masyarakat,
banyak pemimpin yang mendapatkan jabatannya karena permainan uang (money politic), alhasil setelah naik
yang menjadi prioritas adalah mengembalikan modal awal. Lalu bagaimana dengan
bawahan? Akan menjadi urusan ke sekian dalam benaknya, malahan rakyat akan
tidak diperhatikan. Yang lebih parah lagi, penyimpangan wewenang sering terjadi
hanya dengan maksud mengutamakan kepentingan pribadi.
Berkaca
dari hal tersebut, sudah sewajibnya kepemimpinan di era globalisasi ini
mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan. Kepemimpinan pada zaman
terdahulu, seperti masa-masa kerajaan sepintas terlihat lebih bagus padahal
kalau dilihat dari proses penentuan pemimpin sekarang ini lebih terstruktur.
Peradaban memang terus berganti, pembaharuan dalam tatanan kehidupan juga terus
terjadi, akan tetapi perubahan yang terjadi tidak selamanya membawa kebaikan
bagi semua pihak.
2.4 Ajaran Niti Satra di Era Globalisasi
Kitab
atau susastra Hindu yang banyak mengulas tentang konsep-konsep kepemimpinan
termasuk etika dan moral di dalamnya disebut dengan kitab “Niti Sastra”. Kata
ini berasal dari Kata Sanskerta “ niti ” yang berarti bimbingan, dukungan,
bijaksana, kebijakan, etika. Sedangkan “ sastra “ berarti perintah, ajaran,
nasihat, aturan, teori, dan tulisan ilmiah. Berdasarkan uraian diatas di atas
maka kata Nitisastra berarti ajaran pemimpin. Dengan demikian ruang lingkup
niti sastra tentu sangat luas mencakup pula etika, moralitas, sopan santun dan
sebagainya. Dari pemahaman etimologis tersebut maka “ niti sastra ” dapat
diartikan sebagai keseluruhan sastra yang memberikan ketentuan, bimbingan,
arahan bagi umat manusia dalam berbagai aspek kehidupan agar menjadi lebih
teratur, terarah, dan lebih baik. (http://tudeputra.blogspot.com/2012/11/kepemimpinan-menurut-hindu.html,
12 Juni 2014)
Untuk
memahami kepemimpinan Hindu atau kepemimpinan yang universal, seseorang
dianjurkan untuk mempelajari niti sastra. Mengingat, pengetahuan dan pemahaman
sejarah/konsep pemikiran Hindu (niti sastra) di bidang Politik, ketatanegaraan,
ekonomi, dan hukum yang masih relevan sampai kini. Konsep-konsep tersebut
adalah sumber penting yang memberi kontribusi perkembangan konsep-konsep
selanjutnya di India, Asia bahkan, dunia.
Adapun kontribusi niti sastra dalam peradaban global antara lain:
a)
Pemikiran dalam niti sastra dapat memberi
masukan penting berupa konsep dan nilai positif dalam pengembangan,
pembaharuan, penyusunan kembali konsep-konsep politik, ketatanegaraan, ekonomi,
peraturan hukum era kini.
b)
Usaha menggali, mengangkat nilai-nilai Hindu
sebagai sumbangan Hindu dalam percaturan dunia keilmuan. Paradigma sosial bahwa
politik itu kotor dapat hilang. (http://tudeputra.blogspot.com/2012/11/kepemimpinan-menurut-hindu.html,
12 Juni 2014)
Apabila
ajaran nitisastra dibangkitkan kembali di era globalisasi ini, maka pemimpin
dalam kepemimpinannya akan lebih mampu mengemban tugas yang harus dikerjakan.
Sebagaimana pemimpin dalam ajaran nitisastra sesuai yang tertuang dalam dalam
lontar Raja Pati Gondala harus memiliki sepuluh hal yang selalu melekat pada
dirinya, yaitu:
a)
Satya, artinya kejujuran
b)
Arya, artinya orang besar
c)
Dharma, artinya kebajikan
d)
Asurya, artinya orang yang dapat mengalahkan
musuh
e)
Mantri, artinya orang yang dapat mengalahkan
kesusahan
f)
Salyatawan, artinya orang yang banyak
sahabatnya.
g)
Bali, artinya orang yang kuat dan sakti.
h)
Kaparamarthan, artinya kerohanian
i)
Kadiran, artinya orang yang tetap pendiriannya
j)
Guna, artinya orang yang pandai.
Dengan perpaduan antara sistem demokrasi
di era globalisasi ini dengan ajaran nitisastra, maka tidak akan kesulitan
menemukan seorang pemimpin yang baik. Pemimpin yang mampu menjalankan tapuk
kepemimpinan sesuai keinginan rakyat. Pemimpin akan mampu menjalankan
tugas-tugasnya sesuai dengan Dharma Agama dan Dharma Negara. Masyarakat akan
menjadikan pimpinannya sebagai panutan tanpa lagi ada istilah memaksakan bahwa
yang boleh menjadi pemimpin hanya dari satu garis keturunan. Semua orang yang
memiliki kriteria dalam ajaran nitisastra layak menjadi pemimpin.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari
pembahasan yang telah penulis uraikan dalam makalah ini, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a)
Kepemimpian merupakan satu kesatuan dengan
pemimpin kepemimpinan. Proses yang dilakukan untuk dapat menggerakkan orang
lain merupakan definisi kepemimpinan, sedangkan orang yang melakukan aktivitas
memimpin inilah pemimpin.
b)
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau bertindak
untuk orang lain tanpa harus selalu mementingkan diri sendiri.
c)
Ajaran nitisastra selayaknya dibangkitkan
kembali di era globalisasi ini untuk mendapatkan sosok pemimpin pilahan rakyat
yang sarat dengan karakter mulia dan taat pada Dharma Agama serta Dharma
Negara.
3.2 Saran-saran
Dari
penulisan makalah ini dari awal sampai akhir, penulis menemukan beberapa hal
yang pantas dituliskan dalam kategori saran, antara lain:
a) Hindari
penggunaan uang dalam proses pemilihan pemimpin, karena hal ini hanya akan
menistakan pemimpin di mata rakyat, dan ditakutkan pemimpin yang naik karena
uang setelah menjabat hanya ingat dengan uang.
b) Ajaran
nitisastra memang up to date di semua
zaman, akan tetapi yang menjadi kendala adalah keberadaannya mulai tenggelam di
era globalisasi ini, dan hal ini menjadi tanggung jawab kita bersama selaku
kaum pelajar Hindu.
DAFTAR
PUSTAKA
Bhushan, Padma. 1993. Wejangan Sai
Baba tentang Kepemimpinan. Jakarta: Yayasan Sri Sathya Sai Baba Indonesia
http://pandejuliana.wordpress.com/2012/05/23/pemimpin-dan-kepemimpinan-ajaran-kepemimpinan-menurut-hindu/,
15 Mei 2014
http://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=339,
15 Juni 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar