Pengertian dan Pembagian Panca
Sradha
keimanan
atau kepercayaan. Jadi Panca Sradha adalah lima dasar kepercayaan atau
keyakinan agama Hindu yang harus dipegang teguh dalam kehidupan beragama dan
bermasyarakat demi mencapai tujuan hidupnya di dunia (alam skala dan niskala).
Adapun pembagian dari Panca sradha adalah sebagai berikut: a) Percaya dengan
adanya Ida Sang Hyang Widhi (Widhi Sradha); b) Percaya dengan adanya Atma (Atma
Sradha); c) Percaya dengan adanya Karma Phala (Karmaphala Sradha); d) Percaya
dengan adanya Punarbhawa atau Samsara (Punarbhawa Sradha); e) Percaya dengan
adanya Moksa (Moksa Sradha).
A. Widhi Sradha
Ajaran Widhi
Sradha adalah keyakinan atau kepercayaan tentang kebenaran adanya Ida Sang Hyang
Widhi. Keyakinan tentang kebenaran adanya Ida Sang Hyang Widhi dapat dilakukan
melalui ajaran Tri Pramana yaitu Agama (Sabda) Pramana, Anumana Pramana, dan
Pratyaksa Pramana. Dalam ajaran Agama (Sabda) Pramana,seseorang meyakini
keberadaan Tuhan melalui kesaksian atau sabda beliau yang disampaikan melalui
kitab suci Weda,yang dianugrahkan kepada para Maharsi, para Yogi dan para orang
bijaksana. Dalam Anumana Pramana, sesesorang meyakini keberadaan Tuhan melalui
analisis yang logis dan sistematis terhadap apa yang ada di alam semesta
ini,ajaran ini menekankan bahwa setiap yang ada di alam semesta ini beserta
kejadian-kejadiannya adalah ciptaan dan kehendak beliau Ida Sang Hyang Widhi
Wasa.
Sedangkan untuk
Pratyaksa Pramana seseorang meyakini keberadaan Tuhan karena seseorang tersebut
dapat mengalami langsung melihat Tuhan/ Manifestasinya tanpa media atau
perantara. Hal ini dapat dialami bagi orang-orang yang memiliki tingkat
kesucian yang tinggi seperti para Maha Rsi. Ajaran Widhi Sradha juga dapat diterapkan
dalam ajaran Cadhu Sakti. Sang Hyang Widhi mempunyai empat sifat ke-Mahakuasaan
yang disebut Cadhu Sakti yang terdiri dari : 1) Wibhu Sakti yaitu sifat Yang
Maha Ada; 2) Prabhu Sakti yaitu sifat Yang Maha Kuasa; 3) Jnana Sakti yaitu
sifat Yang Maha Tahu; 4) Krya Sakti yaitu sifat Yang Maha Karya
Selain ajaran
tersebut keberadaan Sang Hyang Widhi juga dapat dijelaskan oleh keberadaan Dewa
dan Awatara. Dewa dalam ajaran Hindu dapat diartikan sebagai sinar suci dari
Sang Hyang Widhi sedangkan Awatara dapat diartikan penjelmaan Tuhan/Dewa ke
dunia dalam upaya untuk mencapai kemakmuran dan keselamatan dunia. Dalam kitab
Reg Weda VIII. 57.2 dan kitab Brhadaranyaka Upanisad 111.9.1 dijelaskan bahwa
seluruh Dewa itu berjumlah 33,menguasai Tri Bhuwana (Bhur,Bhuwah,Swah loka).
Seluruh Dewa terdiri dari 8 Vasu (Astavasu), 11 Rudra (EkadasaRudra), 12 Aditya
(Dwadasaditya),serta Indra dan Prajapati. Sedangkan untuk Awatara terdapat
sepuluh awatara Wisnu yang terdiri dari : Matsya, Kurma, Waraha, Narasimha,
Wamana, ParasuRama, Rama, Krishna,Buddha, dan Kalki Awatara.
Dalam ajaran
Hindu, Brahman dapat diwujudkan dalam dua sifat yaitu Saguna Brahman (Apara
Brahman) dan Nirguna Brahman (Para Brahman). Saguna Brahman adalah Tuhan Yang
Maha Esa digambarkan sebagai pribadi dan dibayangkan dalam wujud yang Maha
Agung oleh alam pikiran manusia secara empiris. Sedangkan Nirguna Brahman
adalah Tuhan Yang Maha Esa dalam keadaan yang tidak terkondisikan dan tanpa
sifat tidak dapat dipikirkan karena ada di luar batas pikiran manusia.
Demikianlah beberapa pernyataan yang menekankan bahwa Ida Sang Hyang Widhi
memang benar-benar ada dan kita sebagai umat Hindu wajib meyakini ajaran Widhi
Sradha tersebut.
B. Atma Sradha
Atma Sradha adalah
keyakinan tentang kebenaran adanya Atman. Dalam kitab Upanisad disebutkan bahwa
“Brahman Atman Aikyam” yang artinya Brahman dan Atman itu adalah tunggal. Oleh
karena itu, jelaslah Atma dapat diartikan percikan kecil dari Ida Sang Hyang
Widhi yang ada di dalam setiap tubuh mahluk hidup. Ida Sang Hyang Widhi sebagai
sumber dari atma itu maka beliau disebut Parama Atma dan sebagai intisari dari
alam semesta ini disebut Adyatman.
a. Atma dan Roh
Dalam tubuh
manusia percikan-percikan kecil dari Ida Sang Hyang Widhi disebut Atman, kalau
Atma yang menghidupi hewan/binatang disebut
Janggama sedangkan yang menghidupi tumbuhan disebut Sthawana. Jadi
fungsi atma merupakan sumber hidup dari segala mahluk hidup.Sifat-sifat atma :
1)Antarjyotih = maha sempurna sesempurna-sempurnanya; 2) Achodya = tak terlukai
oleh senjata; 3) Adahya = tak terbakar oleh api; 4) Akledya = tak terkeringkan
oleh angin; 5) Acesyah = tak terbasahi oleh air; 6) Nitya = kekal abadi; 7)
Sarwagatah = ada di mana – mana; 8) Sthanu = tak berpindah – pindah; 9)Acala =
tak bergerak; 10) Sanatana = selalu dalam keadaan sama; 11) Awyakta = tak
dilahirkan; 12) Achintya = tak terpikirkan; 13) Awikara = tak berubah –ubah
Roh diartikan
sebagai suksma sarira atau badan halus yang membungkus jiwatman orang yang
telah meninggal. Roh inilah yang nantinya akan mengalami Punarbhawa atau
kelahiran yang berulang-ulang.
b. Tri Sarira
Tri Sarira artinya
tiga lapisan badan. Yang terdiri dari : Stula Sarira (badan kasar) yang terdiri dari unsur-unsur Panca Maha Bhuta
yaitu: Akasa : ether, Bayu : nafas,Teja : panas badan, cahaya badan, cahaya
mata, Apah: darah, lemak, kelenjar-kelenjar air badan, Pertiwi: daging, tulang
belulang. Setelah meninggal unsur-unsur Panca Maha Bhuta akan berubah menjadi
unsur-unsur Panca Tan Matra yakni: 1) Sabda Tan Matra : benih suara asal mula
dari Akasa; 2) Sparsa Tan Matra : benih rasa sentuhan asal mula dari Bayu;
3)Rupa Tan Matra : benih penglihatan asal mula dari Teja; 4) Rasa Tan Matra :
benih rasa asal mula dari Apah; 5) Gandha Tan Matra : benih penciuman asal mula
dari Pertiwi. Watak manusia dibentuk oleh unsur Citta, Budhi dan Ahamkara dan
indera manusia dibentuk oleh unsur Dasaindria. Suksma Sarira (badan halus/ roh)
Pada saat kita masih hidup atau sedang bermimpi yang merasakan segala perasaan
sakit,sedih, senang ataupun gembira adalah badan halus ini. Dan Antakarana
Sarira (badan penyebab) badan inilah yang dapat menyebabkan kita bisa
beraktivitas, jadi bisa dikatakan bahwa Antakarana Sarira ini adalah jiwatman.
Oleh karena itu jiwatman berfungsi sebagai sumber hidup. Dari penjabaran di
atas bahwa keberadaan atman memang benar adanya, manusia dan mahluk hidup
lainnya tak akan dapat hidup bila tidak ada atman yang ada di dalam dirinya.
C. Karma Phala Sradha
Karma Phala
Sradha adalah keyakinan tentang kebenaran adanya karma phala atau hasil
perbuatan. Setiap perbuatan baik (susila) atau perbuatan buruk (asusila) yang
kita lakukan pastinya nanti akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang kita
perbuat. Jika perbuatan baik yang kita
tanam maka hasil yang kita petik pun adalah hasil yang baik pula begitu juga
sebaliknya. Karma phala inilah yang akan membawa roh kita setelah meninggal
akan mendapatkan tempat yang baik atau buruk sesuai dengan perbuatan kita. Sang
Hyang Yamadipati sebagai Dewa Dharma tentunya akan mengadili setiap manusia
sesuai dengan perbuatannya selama masih hidup di dunia apakah akan mendapat
sorga atau neraka.
Akan tetapi
sebagai umat Hindu tujuan kita yang utama adalah Moksa bukan sorga ataupun
neraka, karena jika kita mendapat sorga atau neraka kita akan dilahirkan
kembali di dunia tetapi jika kita bisa mencapai moksa kita akan mengalami
kebahagiaan yang tertinggi karena atma kita telah bersatu dengan Brahman/ Ida
Sang Hyang Widhi. Ada cara untuk membebaskan diri dari hukum karma yang terlalu
mengikat diri kita oleh ikatan duniawi yaitu dengan cara mengubah perbuatan dan
hasilnya menjadi yoga, mengubah perbuatan dan hasilnya menjadi yoga maksudnya
segala perbuatan dan hasil yang kita lakukan dan kita peroleh wajib
dipersembahkan dahulu kepada Ida Sang Hyang Widhi karena kita yakin semua yang
ada dan akan ada berasal dari Ida Sang Hyang Widhi. Pembagian dari Karma Phala
adalah sebagai berikut :1) Sancita Karma Phala yaitu phala dari perbuatan kita
yang terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih merupakan benih-benih yang
menentukan kehidupan kita yang sekarang; 2) Prarabda Karma Phala yaitu phala
dari perbuatan kita pada kehidupan ini tanpa ada sisanya;3) Kriyamana Karma
Phala yaitu hasil perbuatan yang tidak sempat dinikmati pada saat berbuat
sehingga harus diterima pada kehidupan yang akan datang.
4. Punarbhawa Sradha
Punarbhawa Sradha
adalah keyakinan tentang kebenaran adanya kelahiran yang berulang-ulang.
Ditinjau dari katanya’’ punar’’berarti musnah atau hilang, sedangkan ‘’bhawa’’
berarti tumbuh atau lahir jadi punarbhawa berarti lahir
berulang-ulang/reinkarnasi/penitisan kembali/ samsara. Kelahiran ini disebabkan
oleh karma di masa kelahiran yang lampau. Jangka pembatasan dari samsara
tergantung dari perbuatan baik kita di masa lampau (atita), yang akan datang
(nagata) dan yang sekarang (wartamana). Adapun Punarbhawa tersebut merupakan
suatu penderitaan yang diakibatkan oleh karma wasana dari kehidupan kita yang
silih berganti. Tetapi janganlah memandang punarbhawa tersebut adalah negatif,
karena melalui punarbhawa lah kita akan memperbaiki diri demi tercapainya tujuan
kesempurnaan hidup yang kita inginkan.
5. Moksa Sradha
Moksa Sradha adalah
keyakinan tentang kebenaran adanya moksa. Moksa berasal dari bahasa
Sansekerta yaitu muks yang artinya bebas
dari ikatan duniawi dimana jiwatman telah bebas dari siklus kelahiran dan
kematian. Moksa inilah yang menjadi tujuan terakhir bagi umat Hindu. Moksa
dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu :
1. Samipya : suatu kebebasan yang dicapai
oleh seseorang semasa hidupnya di dunia
2. Sarupya (Sadharmya) : suatu kebebasan
yang di dapat oleh sesesorang di dunia ini, karena kelahirannya, dimana
kedududkan Atman merupakan suatu pancaran dari ke-Maha Kuasaan Tuhan
3. Salokya : suatu kebebasan yang dapat
dicapai oleh Atman, di mana Atman itu sendiri telah mencapai kesadaran yang
sama dengan Tuhan.
4. Sayujya : suatu tingkatan kebebasan
yang tertinggi, di mana Atman telah benar-benar bersatu dengan Brahman
Istilah lain yang
digunakan untuk mendefinisikan tingkatan moksa yaitu:
1. Jiwa Mukti : suatu kebebasan yang
dicapai oleh seseorang semasa hidupnya di dunia,dimana atman tidak terpengaruh
lagi oleh unsur-unsur maya. Jiwa mukti sama sifatnya dengan samipya dan
sarupya.
2. Wideha Mukti (karma mukti) : suatu
kebebasan yang dapat dicapai semasa hidup, dimana Atman telah dapat
meninggalkan badan kasar, dan kesadarannya setaraf dengan Dewa, tetapi belum
benar-benar bersatu dengan Tuhan karena masih ada sedikit imbas dari unsur maya
yang mengikatnya. Wideha Mukti sama sifatnya dengan Salokya
3. Purna Mukti : kebebasan yang paling
sempurna dan yang paling tertinggi, dimana Atman telah bersatu dengan Tuhan.
Purna Mukti sama dengan Sayujya.
Ada 4 Jalan menuju
moksa yang disebut dengan Catur marga artinya empat jalan atau cara untuk
menghubungkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa
yaitu :
1. Bhakti Marga adalah suatu cara atau jalan untuk
menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi , beserta manifestasinya, dengan
cara sujud bhakti, menyucikan pikiran,
mengagungkan kebesaran-Nya dan menghindari diri dari segala perbuatan
tercela. Bhakti dibagi atas dua tingkat, yaitu : a) Apara bhakti;b) Para
bhakti.Apara bhakti ialah cinta kasih yang perwujudannya masih lebih rendah dan
dipraktekkan oleh mereka yang belum mempunyai tingkat kesucian yang tinggi
sedangkan Para bhakti ialah cinta kasih dalam perwujudannya yang lebih tinggi
dan bisa dipraktekkan oleh orang yang jnananya tinggi dan kesuciannya sudah
meningkat . Bhakti marga adalah berupa penyerahan diri secara bulat kepada Ida
Sang Hyang Widhi dengan perasaan cinta kasih dan ketulusan. Istilah untuk orang
yang melaksanakan ajaran Bhakti marga adalah Bhakta.
2. Karma Marga adalah cara/jalan untuk
mencapai moksa dengan cara pengabdian atau kerja tanpa pamrih. Dari uraian
tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap manusia yang hidup di dunia ini dan
yang ingin mencapai suatu kebebasan yang tertinggi, manusia tersebut seharusnya
melakukan kegiatan/kerja yang didasari dengan perasaan tulus ikhlas tanpa
mengikatkan diri pada hasilnya. Istrilah untuk orang yang melaksanakan ajaran
Karma marga adalah Karmin.
3. Jnana Marga adalah cara/jalan untuk
mencapai moksa dengan ilmu pengetahuan, unsur kebijaksanaan sangat ditekankan
dalam ajaran ini. Seseorang yang menganut ajaran jnana marga harus dapat
membedakan mana sebaiknya yang harus dipikirkan demi tercapainya suatu
kekekalan yang abadi (moksa). Istilah untuk orang yang menganut ajaran Jnana
marga dapat pula disebut Jnanin.
4. Raja marga adalah cara/jalan untuk
mencapai moksa dengan jalan melakukan tahapan-tahapan astangga yoga yang
intinya adalah pengendalian diri dan pikiran secara berkelanjutan. Delapan
tahapan yang harus dilalui dalam melakukan yoga/meditasi yang diajarkan oleh
Bhagawan Patanjali yang lebih dikenal Astangga Yoga terdiri dari : Yama
(pengendalian diri tahap pertama),Nyama (pengendalian diri tahap lanjut),Asana
(mengatur sikap badan),Pranayama (sikap mengatur nafas),Pratyahara (sikap
pemusatan indria),Dharana (sikap
pemusatan pikiran),Dhyana (sikap pemusatan pikiran yang terpusat), Semadi
(meditasi tahap tinggi/penunggalan Atman dengan Brahman). Selain empat jalan tersebut terdapat
empat tujuan hidup yang dijalankan oleh ajaran Hindu yang diberi istilah Catur
Purusa Artha yaitu Dharma, Artha, Kama,dan Moksa. Selain menjadi tujuan Catur
Purusa Artha merupakan cara/jalan untuk mencapai moksa itu sendiri. Moksa juga
dapat dibedakan lagi menjadi tiga jenis, menurut kebebasan yang dicapai oleh
Atma yakni : 1) Moksa yaitu kebebasan yang dicapai oleh seseorang tetapi masih
meninggalkan bekas berupa badan kasar; 2) Adi moksa yaitu kebebasan yang
dicapai oleh seseorang dengan meninggalkan bekas berupa abu; 3) Parama moksa
yaitu kebebasan yang dicapai oleh seseorang tanpa meninggalkan bekas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar