I PENDAHULUAN
Sebagai manusia, selalu ada usaha
untuk menggali suatu kebenaran yang disebut dengan Filsafat. Dengan mempelajari
Filsafat, maka seseorang akan lebih memahami kebenaran dari suatu hal yang
belum diketahui dengan pasti. Berbicara tentang filsafat, dikenal ada dua
kelompok yaitu filsafat barat dan filsafat timur, yang tergolong filsafat barat
diantaranya; filsafat Yunani, Filsafat Paristik, Filsafat Helinisme, Filsafat
Romawi, Filsafat abad pertengahan, dan Filsafat Modern. Sedangkan yang tergolong
filsafat timur adalah filsafat Tiongkok dan filsafat India. Sebagai orang Hindu
kita lebih cenderung mempelajari Filsafat India, yang mana ada sembilan aliran
filsafat yang semuanya memiliki konsep yang berbeda dalam mencapai tujuan
akhir. Dari kesembilan aliran filsafat itu dibagi atas dua kelompok yaitu
Astika dan Nastika. Kelompok Astika adalah kelompok filsafat yang menerima
kewenangan Weda sebagai kitab suci yang mengandung ajaran kebenaran. Sedangkan
Nastika sering pula disebut kelompok ateis dalam artian tidak mengakui
kewenangan Weda, olehnya kelompok ini sering disebut tidak termasuk dalam
sebutan filsafat. Kelompok Astika disebut juga Sad Darsana yang terdiri dari
Nyaya, Waisesika, Mimamsa, Samkhya, Yoga, dan Wedanta. Kata Darsana berasal dari
akar kata drś yang bermakna "melihat", menjadi kata darśana yang
berarti "penglihatan" atau "pandangan". Dalam ajaran
filsafat hindu, Darśana berarti pandangan tentang kebenaran. Sad Darśana
berarti Enam pandangan tentang kebenaran, yang mana merupakan dasar dari
Filsafat Hindu. Dan salah satu dari keenam itu yang lebih menekankan pada
pengendalian diri untuk mencapai kebebasan adalah Yoga. Dan hal ini sesuai
dengan pembahasan penulis mengenai “Yoga sebagai jalan menuju pelepasan”.
II
YOGA SEBAGAI JALAN MENUJU PELEPASAN
Yoga merupakan salah satu dari enam ajaran dalam filsafat hindu yang disebut Sad Darsana. Kata Yoga berasal dari akar kata “yuj” yang artinya menghubungkan dan Yoga itu sendiri merupakan pengendalian aktivitas pikiran dan merupakan penyatuan roh pribadi dengan roh tertinggi. Pendiri sistem Yoga adalah Hiranyagarbha dan Yoga yang didirikan oleh Maharsi Patanjali merupakan cabang atau tambahan dari filsafat Samkhya, yang memiliki daya tarik tersendiri bagi murid yang memiliki temperamen mistis dan perenungan.
Samkhya dan
yoga merupakan konsep yang saling berhubungan, yoga merupakan tambahan dari
Samkhya. Dimana dalam pengajarannya sama-sama mengajarkan penyucian jiwa
melalui kebersihan badan jasmani, sikap mental positif, serta jiwa yang tenang
dan teguh sehingga tercapainya kebebasan jiwa dari segala duka, kesengsaraan
yaitu kelepasan, moksa. Adapun
perbedaan antara Samkya dan Yoga yaitu, dalam sistem filsafat Samkhya
pengetahuan merupakan cara untuk mencapai pembebasan serta Samkhya tidak
mempercayai adanya tuhan (Isvara).
Sedangkan dalam sistem Yoga menganggap bahwa konsentrasi, meditasi, dan semadhi akan
membawa kemerdekaan serta Yoga secara langsung mengakui keberadaan Isvara
(Tuhan). Namun begitu yoga tetap menerima 25 prinsip/tatva dari Samkhya.
Yoga Sutra
menurut Patanjali dibagi menjadi 4 bab dimana antara bab I dengan bab
selanjutnya saling terkait dan mesti berurutan untuk mempelajarinya. Pada bab I
(Samadhi pada) menerangkan tentang
sifat, tujuan, dan bentuk-bentuk ajaran Yoga lalu pada bab II (Sandhana Pada) menjelaskan tentang
tahapan-tahapan Yoga dan cara mencapai semadhi
lewat mereka yang sudah mencapai semadhi,
bab III (Vibhuti Pada) mengajarkan
tentang hal yang bersifat batiniah yang didapat oleh mereka yang melakukan
praktek Yoga, dan pada bab IV (Kaivalya
Pada) melukiskan tentang alam kelepasan dan keadaan jiwa yang telah dapat
mengatasi keterkaitan duniawi dan penyerahan diri sepenuhnya kepada tuhan.
Yoga di pilah
menjadi dua bagian yaitu Hatha yoga dan Samadhi yoga yang salah satu bentuknya
adalah Raja Yoga. Raja yoga yaitu delapan anggota yang mengandung disiplin
pikiran dan tenaga fisik. Namun sebelumnya Hatta yoga (cara-cara mengendalikan
badan dan pengaturan pernapasan) mesti di kuasai yaitu bagian-bagiannya Asana,
Pranayama, Mudra dan Bandha. Hatha yoga ini merupakan dasar dimana badan akan
diberikan kesehatan, kemudian kekuatan dan kemantapan. Disamping hal tersebut, ada
pula jenis yoga lain yang menunjang untuk proses penyatuan dengan sang
pencipta, yaitu melalui Japa Yoga, olehnya Japa Yoga dan Hatha yoga merupakan tangga
menuju tahapan Raja yoga.
Raja yoga/Astanga
yoga yaitu:
1.
Yama (larangan) hendaknya melaksanakan Ahimsa,
Satya, Asteya, Brahmacarya, Aparigraha.
2.
Niyama (ketaatan) adalah Sauca, Santosa, Tapa,
Swadhyaya, Isvarapranidhana.
3.
Asana (sikap badan yg mantap dan nyaman).
4.
Pranayama (pengaturan napas)
5.
Pratyahara (penarikan indra-indra dari obyek)
6.
Dharana (konsentrasi)
7.
Dhayana (meditasi)
8.
Samadhi (keadaan Supra sadar)
Terkait dengan
pembahasan penulis mengenai Yoga sebagai dasar untuk mencapai kelepasan, maka
akan dibahas mulai dari Hatha Yoga sampai Astangga Yoga sehingga sebagai umat
Hindu akan mengetahui cara mencapai kelepasan (moksa) dari tekhnik yang paling
dasar hingga pada level (tingkatan) jnana yang lebih tinggi.
1.
Hatha
Yoga
Hatha yoga ini
sebenarnya merupakan salah satu cabang Yoga dengan fokus pada postur fisik yang
disebut asana dan tekhnik pernafasan
atau Pranayama. Hatha Yoga berfokus
pada tekhnik asana (postur), pranayama (olah nafas), bandha (kuncian), mudra (gesture), serta
relaksasi yang mendalam. Hatha Yoga pertama kali muncul pada sekitar abad ke-9
atau ke-10 SM. Kata “Hatha” dalam bahasa Sanskerta berasal dari akar kata “ha”
atau matahari dan “tha” atau bulan, yang berarti tradisi disiplin yang
menggabungkan dua kekuatan yang berbeda. Hatha Yoga adalah jenis yoga yang
menyelaraskan dua energi yang bertentangan: panas dan dingin (sama seperti yin-yang).
Hatha Yoga bertujuan untuk menyeimbangkan pikiran dan tubuh melalui relaksasi, meditasi dan kontrol pernafasan. Hatha
yoga mencakup latihan fisik yang ringan, yang mengikutsertakan seluruh sendi
pada tubuh dalam gerakan memperkuat, melonggarkan dan menyeimbangkan setiap
bagian tubuh dengan sepenuhnya.
A.
Asana
Asana
adalah gerakan Yoga yang berhubungan dengan posisi tubuh. Gabungan antara
gerakan kelenturan, gerakan memutar dan keseimbangan ini membantu Anda untuk
membedakannya dengan jenis Yoga lainnya. Yoga asana mengutamakan postur tubuh,
fokus pada pernapasan dan konsentrasi pada jalannya pikiran. Buku Yogasutra
tidak mengharuskan sikap duduk tertentu, tetapi menyerahkan sepenuhnya kepada
siswa sikap duduk yang paling disenangi dan relax,
asalkan dapat menguatkan konsentrasi dan pikiran dan tidak terganggu karena badan
merasakan sakit akibat sikap duduk yang dipaksakan. Selain itu sikap duduk yang
dipilih agar dapat berlangsung lama, serta mampu mengendalikan sistim saraf
sehingga terhindar dari goncangan-goncangan pikiran. Yang terpenting dalam
asana adalah konsep “Sukham Stiram Asanam”
yang berarti sikap badan yang stabil dan menyenangkan. Dalam Hatha Yoga ada
berbagai macam asana, seperti: Siddhasana,
Padmasana, Vajrasana, Dhanurasana, Matsyasana, Pascimotanasana, Mayurasana,
Ustrasana, dan sikap tubuh lainnya.
B.
Pranayama
Pranayama
adalah pengaturan nafas keluar masuk paru-paru melalui lubang hidung dengan
tujuan menyebarkan prana (energi) keseluruh tubuh. Pada saat manusia menarik
nafas mengeluarkan suara So, dan saat mengeluarkan nafas berbunyi Ham. Dalam
bahasa Sansekerta So berarti energi kosmik, dan Ham berarti diri sendiri
(saya). Ini berarti setiap detik manusia mengingat diri dan energi kosmik. Pranayama terdiri dari: Puraka yaitu memasukkan nafas, Kumbhaka yaitu menahan nafas, dan Recaka yaitu mengeluarkan nafas. Puraka, kumbhaka dan recaka
dilaksanakan pelan-pelan bertahap masing-masing dalam tujuh detik. Hitungan
tujuh detik ini dimaksudkan untuk menguatkan kedudukan ketujuh cakra yang ada
dalam tubuh manusia yaitu: muladhara
yang terletak di pangkal tulang punggung diantara dubur dan kemaluan, svadishthana yang terletak diatas
kemaluan, manipura yang terletak di
pusar, anahata yang terletak di
jantung, vishuddha yang terletak di
leher, ajna yang terletak
ditengah-tengah kedua mata, dan sahasrara
yang terletak diubun-ubun.
C.
Bandha
Kata Bandha
memiliki makna yang luas dalam literatur Sansekerta, antara lain ‘mengikat’,
‘menjembatani’, juga bisa berarti ‘janji’, dan ‘tendon’. Dalam Yoga klasik,
bandha menunjukkan korelasi (samyoga)
antara Diri Transendental (purusha)
dan kesadaran. Hubungan ini digambarkan bagai api dan kayu. Lebih jauh, Bandha diartikan sebagai ‘ikatan’
kesadaran terhadap objek tertentu atau lokus (desha), yang merupakan esensi paling mendasar dari konsentrasi. Dalam
latihan Yoga, Bandha adalah metode
penghentian aliran psiko-energi (prāna)
di satu tempat tertentu. Untuk pengertian ini, bandha kerap diterjemahkan
sebagai ‘kuncian’ atau ‘penyempitan’ suatu aktivitas menekan atau menegangkan
otot.
Ada tiga
bandha klasik:
1. Mūla-bandha
(kuncian dasar)
2. Uddīyāna-bandha (kuncian
melayang)
3. Jālandhara-bandha
(kuncian tenggorokan)
Ketika ketiganya dilakukan
sekaligus bersamaan, disebut tri-bandha
atau bandha-traya. Bandha sebaiknya dilakukan, baik
sekaligus maupun satu per satu, pada saat melakukan āsana (postur), prānāyāma
(pernafasan), mudrā (gestur), dhāranā (konsentrasi), dan dhyāna (meditasi).
D.
Mudra
Mudra
adalah gestur atau sikap tubuh yang bersifat simbolis atau ritual dalam Hinduisme
dan Buddhisme. Ada beberapa Mudrā yang melibatkan seluruh anggota tubuh, akan
tetapi kebanyakan hanya dilakukan dengan tangan dan jari. Mudrā adalah gestur
spiritual dan penanda energi dan keaslian dalam ikonografi dan praktik
spiritual dalam tradisi agama Dharma serta Taoisme. Bersama dengan asana
("postur duduk"), yang dipraktikan dalam ajaran Hinduisme.
Masing-masing mudrā memiliki dampak tertentu bagi pelakunya. Dalam melakukan
Yoga, mudra memiliki fungsi untuk merangsang berbagai bagian tubuh yang
berkaitan dengan latihan pernapasan dan mempengaruhi aliran prana dalam tubuh.
Prana adalah istilah sansekerta yang berarti energi vital atau daya hidup yang
memberikan kehidupan bagi seluruh alam semesta termasuk kehidupan manusia.
Esensi Hatha Yoga
Orang yang melakukan latihan Yoga
meningkatkan aspek spiritual, mental, kesehatan fisik dan emosional. Melakukan
Hatha Yoga memberikan kedamaian bagi praktisinya, dan menjaga keselarasan alam
semesta. Dalam melakukan yoga, termasuk semua jenis Yoga, konsentrasi merupakan
akar atau bahan utama untuk sukses yoga. Semua jenis kelompok Yoga memiliki
persamaan satu sama lainnya. Fokus utama dari Hatha Yoga adalah untuk
mempersiapkan tubuh dengan penyerahan
total sehingga roh akan mampu menyerap dan mencapai misinya. Sehingga tujuan Hatha
yoga adalah penyempurnaan keadaan jiwa seseorang.
Hatha Yoga akan membantu mendorong
tubuh untuk bergerak dan ke arah positif yang lebih tinggi sehingga kemampuan
diri akan dapat bekerja dengan baik. Jiwa dan tubuh perlu merespon secara
positid sehingga pikiran akan mampu seimbang dengan konsentraasi yang baik. Hal
terbaik yang diproleh dengan mempraktekkan Hatha Yoga adalah membantu seseorang
menemukan jati dirinya yakni dikatakan bahwa ada cahaya ilahi yang bersinar di
dalam diri ini. Latihan Hatha Yoga memungkinkan energi spiritual mengalir
melalui saluran energi yang terbuka. Ini akan mungkin terjadi jika pikiran,
tubuh dan semangat bekerja yang baik dan harmonis.
2.
Japa
Yoga
Dalam zaman Kali
Yuga ini, hanya japa sajalah satu-satunya cara termudah untuk menyadari tentang
Tuhan, pasalnya saat ini kebanyakan orang memiliki struktur tubuh yang tidak
baik yang mempersulit mereka untuk mempraktekkan Hatha Yoga. Japa adalah
pengulangan setiap mantra atau nama Tuhan dengan terus-menerus. Japa merupakan
hal penting dalam anga dari Yoga.
Dalam Bhagavad Gita tersebut “yajnanam
jap-yajnosmi-Diantara yadnja, Akulah japa-yajna.” Artinya dalam zaman kali
yuga pelaksanaan sajalah yang memberikan kedamaian, kebahagiaan dan
kesempurnaan abadi. Japa ini pada akhirnya akan mengakibatkan Samadhi, bagian
puncak dari Astangga Yoga.
Japa adalah
pengulangan mantra terus-menerus, sedang dhyana adalah meditasi pada wujud
Tuhan dengan segala sifat-Nya. Inilah perbedaan antara japa dan dhyana. Dalam
meditasi (dhyana) maka dapat
dilakukan bersamaan dengan japa yang disebut
japa-sahita; sedangkan meditasi tanpa japa disebut japa-rahita. Pada tahap pembiasaan, biasakan mengkombinasi japa
dengan meditasi, dalam tingkat selanjutya maka japa akan berhenti dengan
sendirinya dan yang tinggal hanyalah meditasi, inilah tingkat kemajuan
Spiritual.
3.
Astangga
Yoga
Setelah
memahami dan menguasi Hatha Yoga untuk mencapai Pelepasan (moksa) bisa ditempuh melalui jalur Raja Yoga, sesuai dengan
tersebut dalam kalimat sebelumnya. Oleh Maharsi Patanjali dalam Raja Yoga ini
disebut sebagai Astangga yang juga merupakan bentuk ajaran Etika dalam Yoga
demi pengendalian diri yang lebih mantap, dengan penjelasan sebagai berikut:
A.
Panca
Yama Brata
Panca yama Brata adalah lima pengendalian diri tingkat jasmani yang
harus dilakukan tanpa kecuali. Gagal melakukan pantangan dasar ini maka
seseorang tidak akan pernah bisa mencapai tingkatan berikutnya. Penjabaran
kelima Yama Bratha ini diuraikan dengan jelas dalam Patanjali Yoga Sutra II.35
– 39.
1.
Ahimsa
atau tanpa kekerasan. Jangan melukai mahluk lain manapun dalam pikiran,
perbuatan atau perkataan. (Patanjali Yoga Sutra II.35)
2.
Satya
atau kejujuran/kebenaran dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, atau pantangan
akan kecurangan, penipuan dan kepalsuan. (Patanjali Yoga Sutra II.36)
3.
Asteya
atau pantang menginginkan segala sesuatu yang bukan miliknya sendiri. Atau
dengan kata lain pantang melakukan pencurian baik hanya dalam pikiran,
perkataan apa lagi dalam perbuatan. (Patanjali Yoga Sutra II.37)
4.
Brahmacarya
atau berpantang kenikmatan seksual. (Patanjali Yoga Sutra II.38)
5.
Aparigraha
atau pantang akan kemewahan; seorang praktisi Yoga (Yogin) harus hidup
sederhana. (Patanjali Yoga Sutra II.38)
B.
Panca
Nyama Brata
Panca Nyama Brata adalah lima penengendalian diri tingkat rohani dan
sebagai penyokong dari pantangan dasar sebelumnya diuraikan dalam Patanjali
Yoga Sutra II.40-45.
1. Sauca, kebersihan lahir batin. Lambat
laun seseorang yang menekuni prinsip ini akan mulai mengesampingkan kontak
fisik dengan badan orang lain dan membunuh nafsu yang mengakibatkan kekotoran
dari kontak fisik tersebut (Patanjali Yoga Sutra II.40). Sauca juga
menganjurkan kebajikan Sattvasuddi atau pembersihan kecerdasan untuk membedakan
(1) saumanasya atau keriangan hati, (2) ekagrata atau pemusatan pikiran, (3)
indriajaya atau pengawsan nafsu-nafsu, (4) atmadarsana atau realisasi diri
(Patanjali Yoga Sutra II.41).
2. Santosa atau kepuasan. Hal ini dapat
membawa praktisi Yoga kedalam kesenangan yang tidak terkatakan. Dikatakan dalam
kepuasan terdapat tingkat kesenangan transendental (Patanjali Yoga Sutra
II.42).
3. Tapa atau mengekang. Melalui pantangan
tubuh dan pikiran akan menjadi kuat dan terbebas dari noda dalam aspek
spiritual (Patanjali Yoga Sutra II.43).
4. Svadhyaya atau mempelajari kitab-kitab
suci, melakukan japa (pengulangan pengucapan nama-nama suci Tuhan) dan
penilaian diri sehingga memudahkan tercapainya “istadevata-samprayogah,
persatuan dengan apa yang dicita-citakannya (Patanjali Yoga Sutra II.44).
5. Isvarapranidhana atau penyerahan dan
pengabdian kepada Tuhan yang akan mengantarkan seseorang kepada tingkatan
samadhi (Patanjali Yoga Sutra II.45).
C.
Asana
Sudah dijelaskan dalam Hatha Yoga
D.
Pranayama
Sudah
dijelaskan dalam Hatha Yoga
E.
Pratyahara
Pratyahara adalah penguasaan
panca indria oleh pikiran sehingga apapun yang diterima panca indria melalui
syaraf ke otak tidak mempengaruhi pikiran. Panca indria adalah: pendengaran,
penglihatan, penciuman, rasa lidah dan rasa kulit. Pada umumnya indria menimbulkan
nafsu kenikmatan setelah mempengaruhi pikiran. Yoga bertujuan memutuskan mata
rantai olah pikiran dari rangsangan syaraf ke keinginan (nafsu), sehingga citta
menjadi murni dan bebas dari goncangan-goncangan. Jadi Yoga tidak bertujuan
mematikan kemampuan indria. Untuk jelasnya mari kita kutip pernyatan dari Maharsi
Patanjali sebagai berikut: Sva viyasa
asamprayoga, cittayasa svarupa anukara, iva indriyanam pratyaharah, tatah
parana vasyata indriyanam. Artinya : Pratyahara terdiri dari pelepasan alat-alat
indria dan nafsunya masing-masing, serta menyesuaikan alat-alat indria dengan
bentuk citta (budi) yang murni. Makna yang lebih luas sebagai berikut: Pratyahara hendaknya dimohonkan kepada
Hyang Widhi dengan konsentrasi yang penuh agar mata rantai olah pikiran ke
nafsu terputus.
F.
Dharana
Dharana artinya mengendalikan
pikiran agar terpusat pada suatu objek konsentrasi. Objek itu dapat berada
dalam tubuh kita sendiri, misalnya sela-sela alis yang dalam keyakinan Sivaism
disebut sebagai “Trinetra” atau mata ketiga Siwa. Dapat pula pada ujung
(puncak) hidung sebagai objek pandang terdekat dari mata. Para Sulinggih
(Pendeta) di Bali banyak yang menggunakan ubun-ubun (sahasrara) sebagai objek karena disaat “ngili atma” di ubun-ubun
dibayangkan adanya padma berdaun seribu dengan mahkotanya berupa atman yang
bersinar “spatika” yaitu berkilau
bagaikan mutiara. Objek lain diluar tubuh manusia misalnya bintang, bulan,
matahari, dan gunung. Penggunaan bintang sebagai objek akan membantu para yogin
menguatkan pendirian dan keyakinan pada ajaran Dharma, jika bulan yang
digunakan membawa kearah kedamaian bathin, matahari untuk kekuatan phisik, dan
gunung untuk kesejahteraan. Objek diluar badan yang lain misalnya patung dan
gambar dari Dewa-Dewi, Guru Spiritual. yang bermanfaat bagi terserapnya vibrasi
kesucian dari objek yang ditokohkan itu. Kemampuan melaksanakan Dharana dengan
baik akan memudahkan mencapai Dhyana dan Samadhi.
G.
Dhyana (Meditasi)
Dhyana
adalah suatu keadaan dimana arus pikiran tertuju tanpa putus-putus pada objek
yang disebutkan dalam Dharana itu, tanpa tergoyahkan oleh objek atau gangguan
atau godaan lain baik yang nyata maupun yang tidak nyata. Gangguan atau godaan
yang nyata dirasakan oleh Panca Indria baik melalui pendengaran, penglihatan,
penciuman, rasa lidah maupun rasa kulit. Ganguan atau godan yang tidak nyata
adalah dari pikiran sendiri yang menyimpang dari sasaran objek Dharana. Tujuan
Dhyana adalah aliran pikiran yang terus menerus kepada Hyang Widhi melalui
objek Dharana, lebih jelasnya
Yogasutra Maharsi Patanjali menyatakan : “Tatra
pradyaya ekatana dhyanam” Artinya : Arus buddhi (pikiran) yang tiada
putus-putusnya menuju tujuan (Hyang Widhi). Kaitan antara Pranayama, Pratyahara dan
Dhyana sangat kuat, dinyatakan oleh
Maharsi Yajanawalkya sebagai berikut: “Pranayamair
dahed dosan, dharanbhisca kilbisan, pratyaharasca sansargan, dhyanena asvan
gunan, artinya : Dengan pranayama
terbuanglah kotoran badan dan kotoran buddhi, dengan pratyahara terbuanglah
kotoran ikatan (pada objek keduniawian), dan dengan dhyana dihilangkanlah segala apa (hambatan) yang berada diantara
manusia dan Hyang Widhi.
H.
Semadhi
Samadhi adalah tingkatan tertinggi dari Astangga-yoga, yang dibagi
dalam dua keadaan yaitu : 1) Samprajnatta-samadhi
atau Sabija-samadhi, adalah keadaan dimana yogin masih mempunyai kesadaran,
dan 2) Asamprajnata-samadhi atau
Nirbija-samadhi, adalah keadaan dimana yogin sudah tidak sadar akan diri
dan lingkungannya, karena bathinnya penuh diresapi oleh kebahagiaan tiada tara,
diresapi oleh cinta kasih Hyang Widhi. Baik dalam keadaan Sabija-samadhi maupun Nirbija-samadhi,
seorang yogin merasa sangat berbahagia, sangat puas, tidak cemas, tidak merasa
memiliki apapun, tidak mempunyai keinginan, pikiran yang tidak tercela, bebas
dari “catur kalpana” (yaitu : tahu, diketahui, mengetahui, Pengetahuan), tidak
lalai, tidak ada ke-”aku”-an, tenang, tentram dan damai. Samadhi adalah pintu
gerbang menuju Moksa, karena unsur-unsur Moksa sudah dirasakan oleh seorang
yogin. Samadhi yang dapat dipertahankan terus-menerus keberadaannya, akan
sangat memudahkan pencapaian Moksa.
Katha Upanisad II.3.1. :Yada
pancavatisthante, jnanani manasa saha, buddhis ca na vicestati, tam ahuh
paramam gatim, Artinya : Bilamana
Panca Indria dan pikiran berhenti dari kegiatannya dan buddhi sendiri kokoh
dalam kesucian, inilah keadaan manusia yang tertinggi.
Itulah
ke delapan tahapan Yoga dalam raja Yoga yang akan lebih mudah dicapai apabila
terlebih dahulu menekuni Hatha Yoga. Dengan menekuni semua itu maka tujuan
mencapai pelepasan (moksa) perlahan akan semakin dekat.
III
KESIMPULAN
Yoga merupakan bagian dari Sad
Darsana yang hampir sama, Samkhya dan Yoga merupakan konsep yang saling
berhubungan, Yoga merupakan tambahan dari Samkhya. Dimana dalam pengajarannya
sama-sama mengajarkan pensucian jiwa melalui kebersihan badan jasmani, sikap
mental positif, serta jiwa yang tenang dan teguh sehingga tercapainya kebebasan
jiwa dari segala duka, kesengsaraan yaitu kelepasan, moksa. Perbedaannnya Yoga
secara langsung mengakui keberadaan Isvara
(Tuhan), sedangkan Samkhya sifatnya nir-Isvara.
Untuk mencapai Pelepasan diri melalui jalur Yoga, Raja Yoga merupakan hal yang
paling cocok, yang oleh Maharsi Patanjali, jalur Raja Yoga yang dapat ditempuh
dibedakan menjadi delapan tahapan (Astangga Yoga). Akan tetapi untuk mencapai
tahapan tertinggi dari Astangga Yoga, yakni Semadhi bisa melakukan tahap
persiapan dengan Hatha Yoga maupun Japa Yoga, dan akhirnya secara tidak sadar
seorang manusia yang telah tekun akan mencapai titik dimana bisa terhubung
langsung dengan sang pencipta, dan hal ini merupakan suatu wujud kemajuan yang
dicapai dalam dunia spiritual.
DAFTAR PUSTAKA
Adiputra, I Gede, Rudia, dkk.1990. Tattwa
Darsana. Jakarta : Yayasan Dharma Sharati.
Aryaningsih, Dewi Rahayu. 2010. Buku
Ajar Darsana. Mataram
http://bahasbali.blogspot.com/2012/06/yoga-darsana.html,
23 Februari 2014
http://iputumardika.wordpress.com/2011/03/08/astangga-yoga/,
23 Februari 2014
http://suwekaprabhayoga.wordpress.com/2012/04/23/bandha-kuncian-energi/,
25 Februari 2014
Maswinara, I Wayan. 1998. Sistem
Filsafat Hindu (sarva darsana samgraha). Surabaya: Paramita.
Sivananda, Svami. 1998. Japa Yoga.
Surabaya: Paramita.
Supartha, I Gede Agus. 2013. Makalah
Hatha Yoga dan Kegunaannya. Mataram
Tidak ada komentar:
Posting Komentar