Sebagai umat
Hindu, memang tidak lepas dari upacara. Hal ini dikarenakan kerangka dasar
agama Hindu terdiri dari Tattwa
(filsafat), Susila (Etika), dan
Upacara itu sendiri. upacara yang dilaksanakan oleh umat Hindu ada yang
berdasarkan perhitungan pawukon dan
ada pula yang berdasarkan perhitungan sasih.
Yang berdasarkan perhitungan pawukon
datangnya setiap enam bulan sekali, sedangkan yang berdasarkan sasih datangnya setiap satu tahun
sekali.
Salah
satu upacara/ rarahinan yang
datangnya berdasarkan pawukon yang
jatuh pada Soma Pon wuku Sinta adalah SOMA RIBEK. Upacara yang dilaksanakan
secara berurutan setelah perayaan Saraswati
dan Banyu Pinaruh ini masih berhubungan erat dengan Hari raya Saraswati itu
sendiri. Dimana SOMA RIBEK adalah
hari bagaimana pengetahuan itu paling tidak bisa digunakan untuk tetap membuat
“dapur tetap ngepul”. Dalam hal ini
adalah bagaimana pengetahuan itu diisyaratkan bisa digunakan untuk kemakmuran
diri serta keluarga (https://sekarjepun.com/2014/10/06/makna-hari-raya-soma-ribek-rahajeng/).
Drs.
IB Putu Sudarsana, MBA., M.M., dalam bukunya, Acara Agama menyatakan pada hari SOMA RIBEK Dewi Sri menganugerahkan amertha tri upa boga yaitu berupa amertha
pangan kinum (boga), amertha berupa sandang (upa boga) dan amertha berupa pangan (pari
boga) kepada semua makhluk di dunia, khususnya manusia agar bisa
berkembang, mampu membangkitkan cipta, rasa, karsa dan karyanya di dunia
sehingga adanya budaya. Disebutnya hari SOMA
RIBEK sebagai hari penegdegan Batara Sri atau piodalan beras karena pelaksanaan upacaranya menggunakan beras.
Beras merupakan simbol amertha. (http://www.balisaja.
com/2013/01/hormat-bali-pada-ibu-perthiwi.html).
Karena
pada hari SOMA RIBEK merupakan
penegdegan Batara Sri dan Beras sebagai simbol amerthanya, pada hari ini dilarang
untuk untuk menumbuk padi dan menjual beras. Hal ini tersurat dalam lontar
Sundarigama. Yang melanggar pantangan itu dinyatakan akan dikutuk Ida Batara
Sri. Ikang wwang tan wenang anambuk pari,
ngadol beras, katemah denira Batara Sri. Yang mesti dilakukan oleh umat
manusia saat hari suci SOMA RIBEK
adalah memuja Sang Hyang Tri pramana (Dewa penguasa tiga situasi dunia) yakni
kenyataan, tanda-tanda dan falsafah agama (tatwa) (http://www.balisaja.com/2013/01
/hormat-bali-pada-ibu-perthiwi.html).
Dari
uraian tersebut, dapat dipertegas bahwa pada hari SOMA RIBEK, umat Hindu melakukan upacara (ritual) untuk memuja
kebesaran Bathari Sri yang merupakan sakti dewa wisnu. Dewi sri yang identik
dengan dewi kemakmuran diyakini memberikan anugrahnya (amertha) melalui beras
yang merupakan makanan pokok bagi manusia (di Indonesia). Oleh karena itu, pada
saat SOMA RIBEK diusahakan agar
jangan memperjual belikan beras itu sendiri. Dan apabila dianalogikan dengan
kehidupan berbangsa dan bernegara, SOMA
RIBEK ini tidak ubahnya sebagai hari pangan gaya Bali (Hindu). Pada hari
itulah orang Bali disadarkan tentang betapa pentingnya pangan dalam kehidupan
ini. Tanpa pangan manusia tidak bisa hidup dan menjalani kehidupannya.
Karenanya, manusia pantas berterima kasih dan mengucap syukur ke hadapan Sang
Pencipta atas karunia pangan yang melimpah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar